Laporan Wartawan Tribunnews.com, Dennis Destryawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Rapat pembahasan Revisi Undang-Undang (RUU) Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) digelar tertutup di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (16/9/2019).
Pintu Ruang Rapat Badan Legislatif tertutup rapat.
Anggota Panitia Kerja RUU KPK memasuki ruang sidang melalui pintu samping.
Baca: Mobil Pick Up Tabrak 1 Rumah di Kebon Jeruk, 2 Penghuninya Dilarikan ke Rumah Sakit
Sementara, sejumlah awak media menunggu di depan ruang rapat.
Rapat berlangsung sekira pukul 20.00 WIB, tanpa memberikan keterangan pers.
Rapat yang pertama digelar adalah Rapat Panja.
Kemudian, Rapat Kerja bersama perwakilan dari pemerintah digelar sekira pukul 21.30.
Baca: Daftar Klub yang Hemat Belanja di Bursa Transfer Liga 1 Paruh Musim: Dari Arema Hingga Persipura
Rapat diikuti perwakilan dari pemerintah, yakni Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly, serta Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Syafruddin.
Anggota Panja RUU KPK, Teuku Taufiqulhadi mengatakan, pada rapat pertama Panja membahas soal Daftar Inventarisasi Masalah yang diajukan pemerintah.
Baca: VIRAL Pengendara Motor Seberangi Sungai Pakai Tali ala Flying Fox, Polri Sampai Komentar Begini
Satu di antaranya, mengenai Dewan Pengawas (Dewas).
"Dewasnya semuanya, kami DPR menyerahkan untuk periode ini semuanya pengangkatan pada presiden," tutur Taufiqulhadi di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (16/9/2019).
Bantah pembahasan dilakukan senyap dan tertutup
Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi PKS, Nasir Djamil, membantah pembahasan revisi undang-undang nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK) sengaja digelar secara senyap dan tertutup.
Menurutnya pembahasan revisi atau rancangan undang-undang di tingkat Panja (panitia kerja) berlangsung tertutup sesuai dengan Undang-undang nomor 12 tahun 2011 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan.
"Sebenarnya tingkat Panja itu tertutup setahu saya, kecuali itu diminta Anggota dan disetujui seluruh anggotanya dibuka. Tapi begini saya ingin sampaikan ke Masyarakat ya, kita punya UU No 12 tahun 2011 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan, semua pembahasan UU merujuk pada UU ini," kata Nasir Djamil di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (16/9/2019).
Baca: Disebut Terima Uang Aliran Bakamla, Terdakwa Mengaku Sudah Dikembalikan ke KPK
Menurut Nasir Djamil, pembahasan RUU harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Karena apabila tidak rentan dibatalkan Mahkamah Konstitusi (MK).
Menurutnya, selain MK, masalah mekanisme pembentukan perundangan menjadi penilaian.
"Karena kan selain substansi, SOP itu juga dinilai oleh MA (MK). Apakah sudah merujuk pada, tapi kalau DPR menilai bahwa mereka sudah merujuk pada UU itu. Ya engga ada (permasalahan)," katanya.
Baca: PUSAKA Undip Dukung KPK Dilibatkan dalam Pembahasan RUU KPK
Pada rapat Panja pertama pada Jumat pekan lalu, pembahasan Revisi Undang-undang KPK antara Pemerintah dan DPR berlangsung tertutup.
Ketua Badan Legislasi DPR RI Supratman Andi Agtas mengatakan bahwa rapat berlangsung tertutup sesuai dengan Tatib DPR.
Supratman juga enggan menjelaskan poin revisi apa saja yang masih menjadi perdebatan antara DPR dan pemerintah.
Begitu juga mengenai poin revisi apa saja yang sudah disepekati.
"Kalau saya menjelaskan hasil ditingkat Panja itu kan beresiko pada saya, oleh karena itu tolong sabar, dalam waktu yang tidak lama maka pembahasan di tingkat Panja akan selesai," katanya.
Baca: Wanita Ini Tak Sadar Telan Cincinnya Sendiri Gara-gara Mimpi Buruk
Dalam Tata Tertib (tatib) DPR tepatnya, peraturan Nomor 1 Tahun 2014 tidak ada aturan mengenai keharusan rapat Panja berlangsung tertutup.
Dalam pasal 146 mengenai panitia kerja hanya dituliskan mengenai syarat, tugas, serta topik yang dibahas Panja.
Pada ayat (7) tertulis, "Panitia kerja bertanggung jawab dan melaporkan hasil kerjanya pada rapat kerja komisi, rapat gabungan komisi, rapat Badan Legislasi, rapat panitia khusus, atau rapat Badan Anggaran".
Sementara pada pasal 246 tentang Tatib DPR tertulis;
Setiap rapat DPR bersifat terbuka, kecuali dinyatakan tertutup.
Rapat terbuka adalah rapat yang selain dihadiri oleh Anggota juga dapat dihadiri oleh bukan Anggota, baik yang diundang maupun yang tidak diundang.
Rapat tertutup adalah rapat yang hanya boleh dihadiri oleh Anggota dan mereka yang diundang.
Ditargetkan rampung pekan ini
Meski mendapat kritikan dari berbagai pihak, Anggota Baleg Fraksi PDIP Hendrawan Sopratikno mengklaim bahwa revisi Undang-undang nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tetap menempatkan lembaga antirasuah tersebut sebagai garda terdepan dalam pemberantasan korupsi.
"Rambu-rambunya tetap, KPK menjadi lembaga yang efektif, dan kredibel namun memiliki tata kelola yang lebih baik dan tidak mudah disalahgunakan," ujarnya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin, (16/9/2019).
Menurut Hendrawan antara DPR dan pemerintah sendiri secara umum memiliki kesamaan pandangan dalam revisi undang-undang KPK.
Baca: Dikaitkan Kemunculan Anaconda, Ini Sederet Fakta Ular Raksasa Hangus Terbakar di Hutan Kalimantan
Baca: Krisis Air di Calon Ibu Kota Negara, PDAM Danum Taka Penajam Imbau Pelanggan Efisien Gunakan Air
Alasannya baik DPR dan pemerintah sama-sama menginginkan KPK menjadi lembaga yang 'superbody'.
"Namun memiliki tata kelola (governance), yang kredibel, dan tidak terjebak sindrom sebagai self serving organization," katanya.
Hendrawan mengatakan pembahasan RUU KPK akan terus digenjot.
Apabila semuanya sudah siap, RUU KPK rampung pekan ini.
Baca: Pembahasan Mekanisme Pemilihan dan Kewenangan Dewan Pengawas KPK Berjalan Alot
"Kalau semua sudah siap, minggu ini bisa selesai," katanya.
Sebelumnya Panja (panitia kerja) RUU KPK melanjutkan pembahasan revisi pada pekan ini.
Pembahasan pertama digelar pada pada Jumat pekan lalu (13/9/2019).
Hanya saja belum ada kesepatan antara pemerintah dan DPR dalam sejumlah poin revisi, salah satunya pembentukan dewan pengawas.
Baca: Dari Kapten Arema Hingga Dua Pilar Persija Kecam Pelemparan Batu yang Melukai Skuat Persib Bandung
"Ada beberapa substansi yang merupakan substansi usulan pemerintah yang harus kita sesuaikan dengan pendapat fraksi fraksi," kata Ketua Baleg, Supratman Andi Agtas.
Alot
Anggota Panja RUU Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Arsul Sani mengatakan satu poin yang menjadi pembahasan alot antara pemerintah dan DPR yakni kewenangan pemilihan dewan pengawas.
Pembentukan Dewan pengawas menjadi satu poin revisi yang menjadi sorotan masyarakat karena diniliai akan melemahkan KPK.
"Soal tata cara memilih dewan pengawas dan komposisinya ini memang ada perbedaan yang sebut saja agak jauh antara DPR dengan pemerintah dengan Presiden," kata Arsul Sani di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (16/9/2019).
Baca: Dikaitkan Kemunculan Anaconda, Ini Sederet Fakta Ular Raksasa Hangus Terbakar di Hutan Kalimantan
Baca: Krisis Air di Calon Ibu Kota Negara, PDAM Danum Taka Penajam Imbau Pelanggan Efisien Gunakan Air
Menurut Arsul ada permintaan dari masyarakat sipil agar dewan pengawas KPK tidak dipilih DPR.
Namun, DPR sendiri memiliki kekhawatiran, apabila Dewan pengawas ditunjuk pemerintah akan digunakan untuk tujuan politis.
Baca: Per Belakang Duet Calya dan Sigra sudah Tak Lagi Amblas Sejak 2018
Karenanya menurut Arsul muncul alternatif lain agar pemilih Dewan Pengawas KPK menggunakan cara seleksi seperti komisioner KPK, yakni melalui pantitia seleksi (Pansel).
"Misalnya sama dengan pimpinan. Pansel Presiden ke DPR, tetapi tidak memilih, persetujuan saja," katanya.
Meskipun masalah pembentukan dewan pengawas masih alot, belum ada kepastian mengenai apa saja kewenangan dewan pengawas tersebut nantinya.
Baca: Warga Kampung Kunga Papua Adakan Upacara Bakar Batu Minta Keselamatan Agar Terhindar Aksi KSB
Kewenangan dewan pengawas masih dalam pembahasan DPR dan pemerintah.
"Itu bagian masih akan dibahas apa saja kewenangan apakah memberikan izin penyadapan, kemudian melakukan audit itu hal-hal yang belum dibahas," kataya.