Langkah tiga pimpinan KPK yakni Agus Rahardjo, Saut Situmorang dan La Ode M Syarif menyerahkan mandat ke Jokowi pada Jumat (13/9/2019) lalu mendapat tanggapan dari Pakar Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra.
Menurut Yusril, penyerahan mandat atau tanggung jawab pengelolaan KPK oleh pimpinan lembaga antirasuah itu kepada Presiden Joko Widodo justru bisa menjadi jebakan.
"Ya, itu bisa membuat Presiden terjebak," kata Yusril dalam keterangan tertulis di Jakarta, Minggu (15/9/2019), seperti dikutip Antara.
Menurut Yusril, penyerahan mandat atau tanggung jawab pengelolaan KPK kepada Presiden tidak dikenal dalam undang-undang.
Baca: Sekjen PDIP: Kekuasaan Awak KPK Tak Terbatas
Presiden justru bisa melanggar konstitusi jika menerima mandat dan mengelola lembaga superbody tersebut.
"Presiden tidak berwenang mengelola KPK. Presiden justru dapat dianggap melanggar konstitusi jika menjadi pengelola KPK," kata Yusril.
Yusril menjelaskan, KPK bersifat operasional dalam menegakkan hukum di bidang tindak pidana korupsi.
Sama halnya dengan polisi dan jaksa.
"Presiden tidak mungkin bertindak secara langsung dan operasional dalam menegakkan hukum," ujar Yusril.
Dia menambahkan, tata cara pengelolaan KPK telah diatur dengan rinci dalam UU KPK.
Sementara tidak ada satu pasal pun dalam UUD 1945 yang mengatur tentang KPK.
"Komisioner KPK bukanlah mandataris Presiden," kata Yusril.
Oleh karena UU KPK tidak mengenal penyerahan mandat kepada Presiden, lanjut Yusril, maka Komisioner KPK wajib meneruskan tugas dan tanggung jawabnya sampai akhir masa jabatannya.
Pasal 32 UU KPK menyatakan bahwa komisioner diberhentikan dari jabatannya karena masa jabatannya telah berakhir.