News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

RUU KPK

Ray Rangkuti: Ada Tiga Opsi Presiden Jokowi untuk KPK

Editor: Rachmat Hidayat
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Grafis terkait Revisi UU KPK dan proses pemilihan Komisioner serta Ketua KPK oleh DPR. TRIBUNNEWS/TIM GRAFIS

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA-Direktur Eksekutif Lingkar Madani Indonesia (LIMA) Ray Rangkuti menilai pengembalian mandat dari tiga komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kepada presiden merupakan langkah logis. Dengan dibahasanya revisi UU KPK menunjukan presiden memang tidak mempercayai komisioner KPK yang ada saat ini.

"Diabaikannya pendapat dan aspirasi mereka menunjukan bahwa presiden sedang tidak mendukung langkah-langkah mereka. Hal yang sama datang dari DPR. Bahkan ada anggota DPR memberi cap anarki bagi tindakan mereka yang menyatakan menolak revisi UU KPK," ungkap Ray, Senin (16/9/2019).

"Padahal itu hanya aspirasi biasa bukan keputusan. Menyatakan aspirasi saja disebut anarki. Dalam suasana seperti saat ini, kenyamanan dalam bekerja juga sudah hilang. Diabaikan presiden, disebut anarki oleh anggota DPR, jubir KPK dipolisikan, diisukan dikuasai faksi taliban," lanjutnya.

Apakah lagi jika revisi UU KPK ini benar akan diselesaikan pada September ini. Maka, lanjutnya mereka akan bekerja dalam satu UU yang justru mereka tolak dengan sengit sejak awal. Jadi, imbuhnya ganjil orang yang menolak UU justru bekerja dengan dasar UU yang mereka tolak.

"Maka penyerahan mandat itu adalah langkah logis. Yang kurang logis adalah anggota DPR yang menolak penyerahan mandat itu. Mereka menyebut komisioner KPK sebagai gagal, ada yang menyebut anarki, malah keberatan pula komisioner KPK menyerahkan mandat," lanjutnya.

Baca: Din Syamsuddin: Revisi UU KPK Mengkhianati Amanat Reformasi

"Lalu mereka berdebat soal tidak adanya istilah penyerahan mandat. Padahal itu kalimat lain yang menunjukan bahwa tiga anggota komisioner itu menyatakan diri mundur dari jabatannya. Itulah titik poinnya. Bukan mendebatkan redaksi menyerahkan mandat," Ray mengingatkan.

Lagi pula, sambung Ray presiden sebagai kepala negara memang orang yang paling berhak diserahkan mandat mengelola KPK pasca ditinggalkan oleh komisionernya. Kata menyerahkan mandat, kata Ray tepat jika dilihat dalam hal ini.

Jika komisioner mundur, otomastis mandatnya diserahkan kepada presiden sebagai kepala negara dan yang menetapkan mereka. "Masalahnya sekarang adalah apa yang dilakukan oleh presiden setelah ditinggalkan oleh tiga orang komisionernya?" Ray mempertanyakan.

Terhitung sejak hari ini, KPK itu hanya dipimpin oleh dua komisioner. Jelas itu tidak quorum minimal quorum itu adalah tiga komisioner. Jika tidak quorum, tentu saja KPK tidak dapat melakukan aktivitas projustisia.

Artinya, semua langkah projustisia saat ini berhenti. Semua kasus yang tengah diselidiki juga berhenti. Dalam bahasa lain, situasi KPK dalam darurat. Saat yang sama, presiden terlihat diam saja.

Baca: Kronologis Ibu Kandung di Kupang Bunuh 2 Anaknya yang Masih Balita, Dipicu Dendam kepada Suami

"Setidaknya ada tiga opsi yang dapat dilakukan.Segera menerima mandat lalu Presiden Joko Widodo (Jokowi) memilih pejabat komisioner sampai tiga bulan ke depan. Tidak menerima mandat tapi konsekwensinya adalah mendengar apa yang jadi kegundahan komisioner KPK," kata Ray.

Baca: Sekjen PDIP: Kekuasaan Awak KPK Tak Terbatas

"Kemudian, menerima mandat, tidak memilih pejabat sementara komisioner KPK, dan membekukan kegiatan KPK. Alias tiga bulan kedepan, KPK tidak melakukan aktivitas apapun," kata dia.

Baca: Pendemo di KPK Mengaku Dibayar, Warga Miskin Dikhawatirkan Dimanfaatkan Ciptakan Kekacauan Politik

Sekarang tinggal presiden memilih jalan. "Diamnya presiden dapat dimaknai ia memilih opsi ketiga. Menerima penyerahan mandat itu dan lalu membekukan KPK sampai tiga bulan ke depan," Ray Rangkuti menduga.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini