3. Ahli Hukum Khawatirkan KPK Tunduk pada Hukum
Ahli hukum pidana Universitas Indonesia, Gandjar Laksamana Bonaprapta mengkhawatirkan perubahan status kelembagaan KPK dari lembaga independen menjadi eksekutif.
Meski dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya tetap bersifat independen, Gandjar khawatir, penyidik KPK bakal tunduk pada atasannya, yakni Presiden.
"Yang terjadi selama ini independen itu cuma judul. Semua penyidik independen, penyidik kepolisian, kejaksaan. Masalahnya si penyidik punya atasan, apakah dia bisa memisahkan pada saat menjalankan fungsi penyidikan dia tidak tunduk pada atasan?," kata Gandjar usai focus group discussion di Gedung FH UI, Depok, Jawa Barat.
Ia mengatakan, sejauh ini, proses gelar perkara di KPK berjalan secara egaliter.
Antara komisioner KPK dan penyidik dan direktur bisa saling adu argumen tanpa takut dinilai tak tunduk pada atasan.
Dengan berubahnya status kelembagaan KPK, Gandjar tidak yakin hal serupa masih akan terjadi.
Dengan berubahnya KPK menjadi bagian dari lembaga eksekutif, KPK dinilainya tidak lain menjadi perpanjangan tangan Presiden.
"Yang kita khawatirkan apa, betul-betul ini lembaga nanti jadi perpanjangan tangan Presiden, yang kita khawatirkan apa, (Presiden) pilih-pilih kasus. Iya kalau pilih-pilihnya dengan skala prioritas yang perlu dan teruji, tapi kalau pilih-pilihnya berdasarkan kepentingan politik itu bagaiamana?," sambungnya.
4. Pengamat Soroti Pasal 46 Hasil Revisi
Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Universitas Andalas Feri Amsari menyoroti Pasal 46 hasil revisi yang berbunyi, "Dalam hal seseorang ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi, terhitung sejak tanggal penetapan pemeriksaan tersangka dilaksanakan berdasarkan ketentuan hukum acara pidana".
Sementara di UU KPK yang berlaku sebelumnya, Pasal 46 memiliki dua ayat.
Ayat (1) berbunyi, "Dalam hal seseorang ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi, terhitung sejak tanggal penetapan tersebut prosedur khusus yang berlaku dalam rangka pemeriksaan tersangka yang diatur dalam peraturan perundang-undangan lain, tidak berlaku berdasarkan Undang-Undang ini".
Kemudian Ayat (2) berbunyi, "Pemeriksaan tersangka sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan dengan tidak mengurangi hak-hak tersangka".