Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua KPK Laode M Syarif menyoroti revisi Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan (RUU PAS) yang sudah disepakati Komisi III DPR dan pemerintah.
Poin krusial dalam revisi Undang-Undang tersebut terkait syarat pemberian remisi.
Dalam revisi UU PAS diketahui syarat pemberian remisi atau pemotongan masa hukuman bagi pelaku kejahatan luar biasa seperti terorisme, korupsi, kejahatan hak asasi manusia berat dipermudah.
Baca: Aksi Ke-602 Kamisan di Depan Istana, Singgung Karhutla Hingga Pengesahan UU KPK yang Direvisi
“Ya saya pikir menyayangkan, karena selama ini kan kita menganggap korupsi itu adalah serious crime dan extraordinary crime. Tapi kalau memperlakukan koruptor sama dengan pencuri sendal, ya enggak cocok,” ujar Laode di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (19/9/2019).
Bagi Laode, keputusan DPR memberi remisi dan pembebasan bersyarat melengkapi peristiwa luar biasa yang terjadi sejak dua pekan terakhir terkait pemberantasan korupsi.
Dimulai dengan UU KPK, RKUHP, dan diakhiri dengan RUU PAS.
Ketiganya dinilai Laode sangat sistematis.
Baca: Teknologi Berperan Penting Dukung Berkembangnya SDM Unggul Indonesia
“Jadi memang masyarakat dan Tuhan bisa menilai. Sistematis ya,” kata Laode.
Meski begitu Laode menegaskan pihaknya adalah aparat penegak hukum yang tak berwenang membuat Undang-undang.
Lembaganya hanya dapat menjalankan amanat pemerintah.
Baca: Ceritakan Awal Kariernya, Melaney Ricardo Ungkap Dirinya Seorang Lulusan Sarjana Hukum
“Tapi saya enggak tahu apakah masyarakat menghendaki hal yang sama atau tidak. Oleh karena itu, masyarakat bisa menanyakan ke Pemerintah, Presiden dan DPR,” katanya.
Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi Hukum DPR Desmond J Mahesa mengatakan aturan mempermudah pemberian remisi dan pembebasan bersyarat bagi pelaku kejahatan luar biasa diciptakan dengan alasan keadilan dan kepastian hukum.
Koruptor dipermudah dapat remisi
DPR melalui Komisi III telah menyepakati pembahasan revisi Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan (PAS) untuk disahkan dalam rapat paripurna.
Dalam revisi tersebut, terdapat satu poin yang menjadi sorotan yakni mengenai pemberian remisi terhadap terpidana kejahatan luar biasa yakni terorisme, narkoba dan koruptor.
Adanya revisi UU Pemasyarakatan sekaligus akan membatalkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99 Tahun 2012 tentang perubahan kedua atas PP Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.
Wakil Ketua Komisi III DPR RI Herman Hery mengatakan RUU PAS membuat aturan mengenai pemberian remisi kembali kepada Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999.
Sekaligus membatalkan PP Nomor 99 Tahun 2012 yang sebelumnya mengatur ihwal pemberian revisi.
Baca: Pria yang Ditemukan Berlumuran Darah di Jatinegara Ternyata Kolektor Tiket Transjakarta
"Jadi PP 99 Tahun 2012 tidak berlaku. Tidak ada PP-PPan lagi. Semua kembali ke KUHAP," kata Herman kepada wartawan, Rabu (18/9/2019).
Pada PP 99 Tahun 2012 diatur bahwa pemberian remisi terhadap terpidana kejahatan luar biasa harus melalui rekomendasi lembaga terkait.
Misalnya pemberian remisi untuk koruptor yang harus persetujuan Komisi Pemberantas Korupsi (KPK).
Herman berujar, RUU PAS membuat pemberian remisi tak lagi harus melalui rekomendasi lembaga terkait, namun dikembalikan berdasarkan keputusan pengadilan.
"Iya (PP 99 Tahun 2012) ada sejumlah persyaratan termasuk harus ada rekomendasi dari KPK. (Dalam revisi) tidak lagi. Otomatis PP 99 menjadi tidak berlaku karena semua dikembalikan ulang," ujarnya.
Dalam Pasal 43A tertera yang berhak mendapatkan remisi dan pembebasan bersyarat adalah yang bersedia menjadi justice collaborator, menjalani hukum dua pertiga masa pidana, menjalani asimilasi setengah dari masa pidana yang dijalani dan menunjukkan kesadaran dan penyesalan atas kesalahan.
Sementara itu hasil revisi UU 12/1995 pasal 10 tertera semua narapidana berhak mendapat remisi hingga bebas bersyarat. Masih di pasal yang sama, mereka yang diberi itu harus memenuhi beberapa ketentuan.
Syarat yang harus dipenuhi yaitu berkelakuan baik, aktif mengikuti program pembinaan, dan telah menunjukkan penurunan tingkat risiko.