TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pasal penghinaan presiden dalam revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) disebut bertentangan dengan amanat konstitusi.
Menurut Peneliti Institute for Criminal and Justice Reform (ICJR) Maidina Rahmawati pasal tersebut dianggap Mahkamah Konstitusi sudah tidak relevan lagi untuk diberlakukan.
Baca: Pasal Zina Dan Kumpul Kebo Dalam RKUHP Berpotensi Lahirkan Penegak Moral
"Kita melihat sudah clear ya, Mahkamah Konstitusi juga lewat putusannya sudah bilang bahwa penghinaan presiden itu harusnya tidak relevan lagi untuk masyarakat demokrasi," kata Maidina dalam diskusi di kantor Indonesia Corruption Watch (ICW), Jumat (20/9/2019).
Bahkan, kata Maidina, dalam pertimbangan putusan, hakim konstitusi telah menegaskan pasal penghinaan presiden ataupun aturan lainnya yang serupa tak boleh ada dalam reformasi hukum pidana di Indonesia.
"MK sampai ngomong begitu. Ketika itu ada nanti, maka sebenarnya kita membangkang dari konstitusi karena pertimbangan MK yang menyatakan bahwa pasal penghinaan presiden yang enggak boleh ada, itu enggak diperhatikan oleh perumus RKUHP," katanya.
Maidina juga memaparkan, hakim konstitusi telah menegaskan bahwa pasal-pasal yang memicu hubungan tidak setara antara pejabat dan rakyat tidak boleh ada di dalam masyarakat yang demokratis.
"Karena tinggal di tingkat I, kita minta presiden bisa melakukan sesuatu di rapat paripurna, di tingkat I. Kan drafnya itu bisa disahkan di tingkat I jika ada persetujuan antara presiden dan DPR. Ya kita nunggu langkah nyata presiden (untuk menolak)," kata dia.
Ia yakin Presiden Joko Widodo (Jokowi) tahu bahwa sejumlah dalam RKUHP berpotensi jadi masalah.
Oleh karena itu ia berharap, Presiden Jokowi mengambil sikap tegas terkait pasal-pasal tersebut.
"Kita yakin presiden mulai tahu pasal-pasal yang bermasalah yang akhirnya akan menghambat kerja-kerja demokratis dari pemerintahan presiden, ya kita harapkan lah kalau sekarang belum dibicarakan mungkin nanti dalam agenda formalnya presiden bisa ambil sikap," ujar dia.
Baca: Dian Sastro Protes Poin-poin RKUHP, Disebut Ngaco dan Malah Meringankan Koruptor
Diberitakan, DPR dan pemerintah telah merampungkan seluruh substansi RKUHP.
Berdasarkan draf RUU KUHP hasil rapat internal pemerintah 25 Juni 2019, aturan soal penghinaan presiden atau wakil presiden tercantum dalam Pasal 224.
Begini bunyi pasal tersebut:
Setiap orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar sehingga terlihat oleh umum, atau memperdengarkan rekaman sehingga terdengar oleh umum, yang berisi penghinaan terhadap Presiden atau Wakil Presiden dengan maksud agar isi penghinaan diketahui atau lebih diketahui umum dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak Kategori IV (Dylan Aprialdo Rachman)