Minta Tunda Pengesahan RKHUP, Pengamat: Jokowi Benar-Benar Perhatikan Masa Depan Bangsa
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah mengambil keputusan tepat untuk meminta Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menunda mengesahkan revisi Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP).
Hendri Satrio kepada Tribunnews.com, Sabtu (21/9/2019).
Baca: Selain RKUHP dan RUU KPK, DPR RI Juga Segera Sahkan RUU Pertanahan, Sejumlah Guru Besar Protes
"Keputusan yang baik sekali diambil Presiden Jokowi agar mengkaji lagi RKUHP ini. Supaya tidak berimbas buruk kepada citra presiden Jokowi, " ujar pengamat politik dari Universitas Paramadina Hendri Satrio kepada Tribunnews.com, Sabtu (21/9/2019).
Hendri Satrio mengatakan keputusan Jokowi tersebut seolah-olah menunjukkan dia benar-benar memperhatikan masa depan bangsa Indonesia.
"Jokowi minta menunda ini menunjukkan dia benar-benar memperhatikan masa depan bangsa Indonesia," tegasnya.
Dia beharap penundaan ini betul-betul bisa dimanfaatkan untuk melakukan perbaikan-perbaikan pada pasal-pasal yang kontroversial di publik.
Baca: Hotman Paris Usul Pengesahan RKUHP Ditunda: Isinya akan Menimbulkan Masalah
"Ini baik sekali. Mudah-mudahan penundaan ini membuat RKUHP ini lebih kuat, lebih baik dan tidak beraroma ototiter," jelasnya.
"Karena saya melihat RKUHP ini semangatnya itu menghukum. Paradigmanya penjara. Sedikit-sedikit hukum. Jadi benar-benar harus diperbaiki," katanya.
Dapat dukungan Golkar
Partai Golkar mendukung Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang meminta pengesahan revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) disahkan oleh anggota DPR periode ini.
"Tentu kami menyetujui untuk ditunda, ini akan dibahas dalam Bamus (Badan Musyawarah) dan ini ditunda ke masa sidang berikutnya," tutur Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto di Hotel Shangri-La, Jakarta, Sabtu (21/9/2019).
Baca: Peneliti LIPI Sebut Jokowi Dengarkan Suara Rakyat soal Revisi KUHP
Menurut Airlangga Hartarto, pasal-pasal yang saat ini menjadi polemik akan dibahas kembali di panitia khusus atau panitia kerja yang nanti ditentukan, untuk mengakomodir masukan dari kalangan masyarakat.
"Kami akan mendengarjan dari publik apa yang dipersoalkan. Menurut saya ini suatu hal yang penting dilakukan karena ini kepentingan publik lebih luas dan perlu disosialisasi," papar Airlangga Hartarto.
Sebelumnya, Presiden Jokowi melihat ada sekitar 14 pasal di dalam revisi KUHP yang perlu ditinjau kembali dengan seksama.
"Saya lihat materi yang ada, substansi yang ada kurang lebih 14 pasal (perlu ditinjau kembali)," ujar Jokowi di Istana Kepresidenan Bogor, Jumat (20/9/2019).
Namun terkait 14 pasal yang dinilai Jokowi harus ditinjau kembali, Ia tidak merincikannya satu persatu dan akan dikomunikasikan dengan semua pihak.
"Nanti ini yang akan kami komunikasikan, baik dengan DPR maupun dengan kalangan masyarakat yang tidak setuju dengan materi yang ada," tutur Jokowi.
Baca: 5 Fakta Pria Tewas Diduga Dipukul Oknum Polisi: Berawal dari Ditilang hingga Minta Berhenti Dipukul
Melihat kondisi tersebut, Jokowi pun mengaku telah memerintahkan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly menyampaikan ke DPR bahwa revisi KUHP tidak disahkan pada periode ini.
"Pengesahan RUU KUHP ditunda dan pengesahan tidak dilakukan DPR periode ini. Saya harap DPR punya sikap sama sehingga pembahasan RUU KUHP dilakukan dpr periode berikutnya," ucap Jokowi.
PKS tak setuju
Anggota Panitia Kerja Revisi Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) dari PKS, Nasir Djamil tidak setuju dengan permintaan Presiden Jokowi kepada DPR menunda pengesahan RKUHP.
Sebelumnya, presiden Jokowi meminta DPR menunda pengesahan RKUHP dalam sidang paripurna.
Baca: RKUHP : Jokowi Sebut Ada 14 Pasal Bermasalah, Minta Ditunda, Menhumkan Segera Jaring Masukan
"Sebaiknya jangan ditunda," ujar Nasir Djamil saat dihubungi, Jumat, (20/9/2019).
Menurutnya, jika presiden Jokowi tidak setuju dengan sejumlah pasal yang ada dalam RKUHP, masih bisa membahasnya dengan DPR.
14 pasal yang dipermasalahkan presiden menurutnya bisa dibahas, sebelum disahkan dalam rapat paripurna 24 September mendatang.
"Saya yakin dalam waktu singkat bisa diselesaikan yang belum sesuai itu," katanya.
Menurut Nasir Djamil, selama ini pemerintah telah sepakat dengan sejumlah pasal dalam RKUHP.
Kesepakatan tersebut terbukti dengan dilakukannya pengambilan keputusan tingkat 1 antara DPR dan pemerintah (Raker) yang menyetujui RKUHP akan disahkan dalam Rapat Paripurna.
"Sebab pengambilan putusan tingkat satu sudah dilakukan dan tidak ada sinyal bahwa presiden akan menunda pengesahan RUU KUHP," pungkasnya.
Dalam pembahasan RKUHP pemerintah tampak inkonsisten.
Dalam rapat pengambilan keputusan tingkat pertama, Pemerintah yang diwakili Menteri Hukum dan HAM, setuju dengan seluruh pasal revisi KUHP untuk disahkan dalam sidang Paripurna yang rencananya digelar pada 24 September mendatang.
Namun, pemerintah kemudian meminta penundaan pengesahan tersebut.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah meminta Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly untuk menyampaikan ke DPR, agar tidak mengesahkan revisi Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).
"Sudah saya perintahkan Menkumham untuk menyampaikan sikap ini kepada DPR dan pengesahannya tidak dilakukan oleh DPR periode ini, yaitu agar pengesahan RUU KUHP ditunda," ujar Jokowi di Istana Bogor, Jumat (20/9/2019).
Jokowi mengaku terus mengikuti perkembangan pembahasan revisi KUHP yang dilakukan pemerintah dan DPR secara seksama.
"Setelah memcermati masukan-masukan dari berbagai kalangan yang berkeberatan dengan sejumlah substansi RUU KUHP, saya berkesimpulan masih ada beberapa materi yang membutuhkan pendalaman lebih lanjut," tutur Jokowi.
Menurut Jokowi, pemerintah dan DPR perlu meninjau kembali serta melakukan menerima masukan dari kalangan masyarakat sebagai upaya penyempurnaan RUU KUHP.
Baca: Isu RKUHP Mencuat, Ahli Temukan Hal Unik di Twitter, Khususnya Sikap Rocky Gerung dan Said Didu
"Tadi saya lihat materi yang ada, substansi yang ada ada, kurang lebih 14 pasal (harus ditinjau ulang)," ucap Jokowi.
"Saya berharap DPR juga mempunyai sikap yang sama, sehingga pembahasm RUU KUHP bisa dilakukan oleh DPR RI periode berikutnya," sambung Jokowi.