Laporan Wartawan Tribunnews.com, Seno Tri Sulistiyono
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) berbeda sikap antara revisi Undang-Undang KPK dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, meski keduanya mendapatkan tentangan dari masyarakat.
Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menyebut, terdapat berbagai alasan pemerintah menyetujui revisi Undang-Undang KPK, dimana hasil survei menunjukkan respon setuju lebih banyak dibanding yang tidak setuju direvisi.
"44,9 persen (setuju) dari survei Litbang Kompas, kedua ada alasan lembaga KPK itu bisa menghambat upaya investasi. Nah ini enggak dipahami masyarakat," tutur Moeldoko di komplek Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (23/9/2019).
Baca: Hadiri Rapat Paripurna Pertama Bareng Anies Baswedan, Intip Penampilan Sederhana Tina Toon
Baca: Demo Mahasiswa di Depan DPR: Massa Sempat Merangsek Masuk Tol
Baca: Ketua MPR Minta Penegak Hukum Tindak Tegas Pelaku Kerusuhan di Papua
Survei Litbang Kompas yang dirilis 16 September lalu, menunjukkan 44,9 persen masyarakat mendukung revisi UU KPK, sedangkan yang tidak setuju 39,9 persen, dan yang menjawab tidak tahu 15,2 persen.
Menurutnya, revisi Undang-Undang KPK sebenarnya untuk menguatkan lembaga antirasuah itu dalam melakukan pemberantasan korupsi di tanah air.
"Tidak ada upaya pemerintah untuk melemahkan KPK, tapi ada upaya dari DPR dan pemerintah untuk ayo kita perbaiki KPK agar semua orang percaya kepada KPK, jangan sampai KPK kehilangan legitimasi karena melakukan hal-hal yang tidak terukur," paparnya.