TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali melakukan operasi tangkap tangan (OTT) paska-disahkannya Rancangan Undang-undang Pemberantasan Komisi Pemberantasan Korupsi (RUU KPK) oleh DPR RI.
Senin (23/9/2019), petugas KPK menangkap sembilan orang, termasuk tiga direktur Perusahaan Umum Perikanan Indonesia (Perum Perindo), saat rapat di Bogor.
Selain di Bogor, beberapa orang lainnya diamankan petugas KPK di Jakarta terkait dugaan kasus suap yang sama.
"Saya tidak tahu persis rapat apa di Bogor, tapi memang ada kegiatan rapat di Bogor dan kami amankan sejumlah direksi dan pegawai Perum Perindo dari sana," kata juru bicara KPK, Febri Diansyah.
Selain menangkap para terduga pelaku suap, tim penindakan KPK juga menyita barang bukti uang sebanyak 30.000 Dollar AS atau setara lebih Rp 400 juta dari lokasi tersebut.
Petugas menyita uang tersebut saat transaksi penyerahan uang dari pihak swasta ke perantara.
Diduga uang itu adalah fee untuk para direktur Perum Perindo.
Ia menambahkan, KPK tetap bekerja maksimal di tengah upaya pelemahan lembaga KPK melalui perubahan UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK yang disahkan DPR bersama pemerintah.
"Meskipun dalam kondisi yang kita ketahui saat ini berbagai pihak berupaya untuk melemahkan KPK, kami berupaya semaksimal mungkin untuk tetap bekerja," ujarnya.
Baca: Trump: Fakta-fakta seputar upaya Partai Demokrat memakzulkan presiden AS
Baca: Fahri Hamzah Sependapat dengan Moeldoko soal Ada Upaya Gagalkan Pelantikan Jokowi
Wakil Ketua KPK, Laode M Syarif mengatakan, diduga uang tersebut merupakan imbalan dari pihak swasta atas jatah kuota impor ikan jenis tertentu yang diberikan Perum Perindo.
Di antaranya adalah impor ikan jenis frozen pacific mackerel atau ikan salem.
Kini, sembilan orang yang terjaring OTT tersebut diperiksa petugas di kantor KPK, Jakarta.
KPK akan mengumumkan status hukum sembilan orang tersebut setelah pemeriksaan 1x24 jam.
"KPK berupaya untuk tetap melaksanakan tugas pemberantasan korupsi di tengah berbagai upaya melemahkan dan memangkas kewenangan KPK," ujar Laode.
Ia menambahkan, OTT itu merupakan tindak lanjut dari informasi terkait dugaan akan terjadinya transaksi antara pihak swasta yang bergerak di bidang importir ikan dengan pihak direksi BUMN di bidang perikanan.
Perum Perindo merupakan BUMN yang bergerak di bidang perikanan.
Berdasarkan situs resmi www.perumperindo.co.id, operasional Perum Perindo dipimpin oleh tiga direktur yakni, Risyanto Suanda sebagai Direktur Utama Dirut, Arief Goentoro sebagai Direktur Keuangan dan Farida Mokodompit sebagai Direktur Operasional.
Baca: Maia Ungkap Kronologi Anak Ahmad Dhani Pindah Rumah, Ada Momen Titik Balik & Soal Dhani di Penjara
Baca: Mengaku Transgender, Gebby Vesta Blak-blakan Pakai Mukena Aku Salat Tak Bersentuhan dengan Wanita
Geram
Febri mengatakan, pihaknya menyayangkan masih adanya pihak-pihak yang mengambil keuntungan dari impor ikan.
Di sisi lain, justru hal itu terjadi dengan kondisi Indonesia sebagai negara sebagai penghasil ikan.
"Ini yang kami sayangkan, posisi Indonesia sebagai penghasil ikan kemudian dalam konteks ini kami justru menemukan dugaan transaksi yang diduga merupakan fee terkait kuota impor," tuturnya.
Praktik suap dalam bisnis impor barang beberapa kali diungkap KPK.
Pada 7 Agustus 2019, KPK menangkap 13 orang, termasuk anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi PDI-Perjuangan, I Nyoman Dhamantra, di Jakarta.
Enam orang ditetapkan sebagai tersangka terkait dugaan suap impor pengurusan kuota dan izin impor 20 ribu ton bawang putih tahun 2019.
Baca: Jadwal Korea Open 2019, Marcus/Kevin dan Jonatan Christie Main Siang Ini
I Nyoman Dhamantra bersama dua orang lainnya, yakni Mirawati Basri selaku orang kepercayaan Nyoman, dan Elviyanto selaku pihak swasta, ditetapkan sebagai tersangka penerima suap.
Tiga orang lainnya, yakni Chandry Suanda alias Afung, Doddy Wahyudi dan Zulfikar, berperan sebagai pemberi suap.
Dalam kasus tersebut, KPK menemukan ada alokasi pemberian fee sebanyak Rp 1.700-1.800 untuk setiap kilogram bawang putih yang diimpor ke Indonesia.
Dalam OTT tersebut, ditemukan bukti transfer sebesar Rp 2 miliar.
Susi Kaget
Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti mengapresiasi penindakan yang dilakukan KPK ini karena impor ikan tidak sejalan dengan kebijakan KKP.
Susi mengatakan, KKP memberikan apresiasi karena berharap industri dapat menyerap ikan hasil tangkapan nelayan.
Baca: Main Film Horor Pertama di Danur 3, Syifa Hadju Rasakan Tantangan Ini
"Kami menginginkan, industri menyerap hasil nelayan, ikan terbuang, ikan jatuh harga itu tidak terjadi. Saya curiga ada pemburuan rente untuk impor ikan itu," tutur Susi di New York, Amerika Serikat.
Ia menegaskan, OTT yang dilakukan KPK sesuai dengan upaya KKP meningkatkan hasil tangkapan dan menyejahterakan nelayan.
"Kami tidak dalam upaya mendukung impor. Tangkapan kami banyak," ujar Susi.
Ia pun mengaku terkejut atas adanya impor ikan yang berdampak pada nasib nelayan di Indonesia.
"Saya kaget kalau mereka impor. Impor menjatuhkan harga nelayan, kecuali impor untuk dieskpor ulang," ucap dia. (tribun nnetwork/ilh/kompas.com/coz)