News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Revisi UU KPK

Menakar Urgensi Perppu KPK: Saran dari Pakar Hukum, Pilihan Sulit bagi Jokowi

Penulis: Imanuel Nicolas Manafe
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

SIDANG KABINET PARIPURNA----Presiden Joko Widodo (kiri) didampingi Wakil Presiden Jusuf Kalla (kanan) saat memimpin Sidang Kabinet Paripurna di Istana Negara, Gamrbir, Jakarta Pusat, Kamis (3/10/2019). Sidang Kabinet Paripurna tersebut membahas evaluasi pelaksanaan RPJMN 2014-2019 dan persiapan implementasi APBN Tahun 2020.-- Warta Kota/henry lopulalan

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Polemik Undang-Undang tentang KPK hasil revisi masih terus bergulir.

Desakan agar Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang KPK (Perppu KPK) masih kencang disuarakan, salah satunya dari kalangan mahasiswa.

Baca: Ngabalin Klaim UU KPK Hasil Revisi Akan Beri Kepastian Hukum kepada Para Koruptor

Namun, tak kalah kencang juga suara dari sejumlah kalangan agar Presiden tidak mengeluarkan Perppu KPK.

Kamis (3/10/2019) Kemarin, Policy Center Ikatan Alumni Universitas Indonesia (ILUNI UI) menggelar diskusi bertajuk 'Menimbang Urgensi Perppu UU KPK'.

Para pembicara pun memberikan pandangannya tentang urgensi penerbitan Perppu KPK.

pendiri Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia (MaPPI) Universitas Indonesia, Junaedi menyarankan Presiden dalam menerbitkan perppu lebih baik menentukan dulu status RUU yang sudah ditetapkan dalam sidang paripurna tanggal 17 September 2019.

"Apakah RUU yang sudah disahkan dalam sidang paripurna itu akan ditandatangani dan diundangkan dalam waktu dell’atleta atau akan dibiarkan berlaku otomatis?" katanya.

Kedua, Junaedi menilai hal tersebut mesti ditegaskan sebelum langkah Perppu 
diambil.

Karena hal ini untuk menghindari keberlakuan UU yang sama dan saling berbenturan.

Baca: Kegalauan Presiden Jokowi Keluarkan Perppu Cabut UU KPK, Ancaman Parpol hingga Ultimatum Mahasiswa

Jika itu terjadi, maka akan berlaku lex posteriori derogat legi priori  atau UU yang berlaku belakangan
mengesampingkan UU yg telah berlaku.

Jika memang Perppu KPK diterbitkan, lanjut Junaedi, maka konten perubahan dalam Perppu di antaranya
adalah:

Pertama: Mengembalikan posisi extraordinary dari KPK.

Kedua: Menghapuskan wewenang penerbitan SP3 dari KPK.

Ketiga: Pembenahan struktur KPK di mana Dewan Pengawas tidak diperlukan
perannya dalam pro justitia

Dewan Pengawas bisa menggantikan tim penasihat KPK, sehingga tetap berperan dalam pengawasan dan kepatuhan internal secara keorganisasian, melalui pembentukan kedeputian bidang pengawasan dan kepatuhan internal.

Keempat: Perbaikan sistem pengelolaan SDM di KPK, di mana Sumber SDM tidak dibatasi.

Saran agar Presiden Jokowi menerbitkan Perppu terbatas juga dibahas dalam diskusi ini.

Dosen Hukum Pidana dari Universitas Indonesia Chudry Sitompul mengatakan Perppu terbatas tersebut harus memenuhi beberapa unsur ini jika akan diterbitkan.

Pertama: Dewan Pengawas kewenangannya tidak pro justitia. Lebih ke
pengawasan internal KPK, seperti komisi atau dewan etik.

Kedua: terkait penyadapan, sebaiknya tidak perlu ada permintaan izin. Cukup pemberitahuan saja. Penyadapan hanya diperlukan di tingkatan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan.

Sementara itu, Andre Rahadian selaku Ketua Umum ILUNI UI menyampaikan sebaiknya Presiden Jokowi
mempertimbangkan mengeluarkan Perppu.

Baca: Mahfud MD Minta Semua Pihak Tunggu Keputusan Presiden Jokowi Terkait UU KPK

Dengan mengeluarkan Perppu, Presiden Jokowi menjawab keresahan publik dengan gelombang aksi di berbagai kota di Indonesia.

Bagaimanapun, katanya, keresahan publik ini perlu direspon dengan tepat oleh presiden Jokowi.

Mengeluarkan Perppu, pembatalan atau revisi terbatas, bisa menjadi salah satu opsi.

Jika ada elemen masyarakat yang mengajukan judicial review, lanjut Andre, ini juga satu opsi di mana
usaha tersebut berjalan paralel dan tidak tergantung kepada Presiden dan DPR RI yang kemarin sudah
menyetujui pengesahan revisi UU KPK.

Penguatan pemberantasan korupsi adalah salah satu janji kampanye Presiden Jokowi yang dinanti oleh
rakyat.

Jokowi dihadapkan dengan pilihan yang tak mudah

Herzaky Mahendra Putra, pengamat politik dari Manilka Research menambahkan, pilihan yang mesti ditempuh Jokowi saat ini tidak mudah.

Jika tidak ingin dianggap mengkhianati reformasi dan tidak pro pemberantasan korupsi, Jokowi sebaiknya segera mengeluarkan Perppu KPK.

Baca: Prabowo Konsultasi ke Megawati, Ini Kata Surya Paloh

Arus besar elemen-elemen masyarakat sipil yang sebagian besar merupakan pendukungnya di pilpres kemarin, menginginkan Jokowi membatalkan pengesahan revisi KPK dengan mengeluarkan Perppu.

Di sisi lain, dengan mengeluarkan Perppu, Jokowi kemungkinan besar akan berhadapan dengan koalisi parpol pendukungnya.

"Ada sinyal-sinyal yang sudah diberikan beberapa parpol pendukungnya, yang menolak Jokowi mengeluarkan Perppu," katanya.

Kondisi seperti ini merupakan hambatan bagi Jokowi, karena perppu-nya bisa batal jika tidak mendapatkan dukungan politik dari parlemen.

Di sinilah publik menanti, lanjut Herzaky.

Baca: 3 Isu Soal Novel Baswedan yang Diklarifikasi KPK, Foto dengan Anies Baswedan hingga Foto di Bandara

Jokowi bakal lebih mengutamakan dukungan arus bawah, atau malah memprioritaskan dukungan elit.

"Langkah kuda Jokowi ditunggu, bagaimana dia bisa lepas dari pusaran konflik ini," tuturnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini