Laporan wartawan Tribunnews.com, Mafani Fidesya Hutauruk
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota DPR Fraksi Gerindra, Supratman saat di gedung DPR, Jakarta, Senin (7/10/2019), mengatakan bahwa Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) adalah ranah presiden.
"DPR dan fraksi-fraksi tidak bisa mengintervensi karena itu hak subyektifitas presiden untuk mengelurkan Perppu. Soal menyangkut kegentingan memaksa ya itu tafsirnya ada subyektifitas pada presiden," ucap Supratman di gedung DPR, Jakarta, (7/10/2019).
Ia tidak ingin berandai-andai soal Perppu itu karena belum mengetahui apa isinya. Publik hanya menduga soal penundaan dan sebagainya.
"3 dari 7 fraksi yang ada di DPR menolak, terutama yang berkaitan dengan pemilihan dewan pengawas. Itu subtansinya yang paling pokok. Nah kita menunggu saja," ucapnya.
Baca: Penambahan Divisi Kostrad, Koopsau Selesaikan 80 Persen Masalah Surplus Perwira TNI
Menurutnya, yang paling penting adalah dialog diantara lembaga kepresidenan dan lembaga DPR.
Ia menyarankan, presiden bisa melakukan dialog antarketua umum partai politik.
"Ada 9 perwakilan partai politik yang ada di DPR. Kemarin koalisinya sudah bertemu untuk berdialog. Tidak salah presiden mengundang yang di luar koalisi untuk berdiskusi, meminta pendapat ketum Partai politik yang ada. Sehingga, saya yakin dan percaya hasil baik dilakukan survey LSI didengar oleh partai-partai politik," ucapnya.
Menurut Supratman ada dua mekanisme lagi yang bisa dilakukan, selain dikeluarkannya Perppu.
Pertama Judicial review, namun menurutnya itu belum memungkinkan sekarang, karena UU nya belum diundangkan.
Kedua, Legislatif review dapat dijadikan opsi lainnya. Hal tersebut dapat terlaksana jikalau adanya komunikasi politik antara Presiden, DPR beserta seluruh pimpinan-pimpinan partai politik.
"Tergantung pertimbangan dan kalkulasi politik presiden. Saya dalam posisi ini tidak bisa menilai apa yang akan terjadi dengan inisiasi presiden untuk mengeluarkan Perppu," ucapnya.
Gerindra mengusulkan bahwa dua dewan pengawas itu dari presiden, dua dari DPR dan 1 dari internal KPK sebagai ex officio. Itu suatu hal yang bagus. Kita akan beri support menyangkut soal itu.