TRIBUNNEWS.COM - Kerusuhan Papua, demonstrasi berjilid-jilid yang berakhir ricuh, sampai penusukan Menkopolhukam Wiranto, menjadi sorotan Anggota DPRD DKI Jakarta dari Partai Solidaritas Indonesia, William Aditya Sarana.
William menilai rentetan peristiwa tersebut bukanlah kebetulan, melainkan suatu upaya sistematis untuk mengganggu pelantikan Presiden terpilih Joko Widodo tanggal 20 Oktober 2019 nanti.
“Saya kuatir ada kelompok radikal yang menyusup melalui kedok aksi demokrasi. Demokrasi yang disepakati oleh para pendiri bangsa bukanlah demokrasi anarki yang kebabalasan, tapi demokrasi konstitusional, di mana demokrasi dilaksanakan dalam koridor konstitusi,” kata William.
Baca: Pimpinan MPR Jadwalkan Rapat Dengan Panglima TNI, Kapolri, dan Kepala BIN Bahas Pelantikan Presiden
Baca: Beda Reaksi Jokowi Setelah Bertemu dengan SBY dan Prabowo Jelang Pelantikan Presiden
Baca: Prabowo Soal Pelantikan Presiden: Kalau Diundang Pasti Datang, Diundang Lurah Saja Harus Hadir
William menegaskan Indonesia tidak menganut kedaulatan rakyat liberal yang mutlak tanpa batasan.
Demokrasi yang dianut di Indonesia memiliki dimensi koridor kedaulatan hukum untuk mencegah kebebasan yang disalahgunakan, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 yang menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum.
Kedaulatan hukum di Indonesia terletak di pundak penegak hukum, terutama adalah kepolisian.
“PSI mendukung penuh kepolisian untuk menegakkan kedaulatan hukum di Indonesia,” tambah William.
William berharap aparat keamanan akan tetap tegas mengamankan Ibu Kota Jakarta menjelang pelantikan Jokowi-Maruf sebagai Presiden dan Wakil Presiden RI, 20 Oktober 2019.
“Kami sadar betul situasi ini dan menyaksikan betapa besar perjuangan dan pengorbanan kepolisian akhir-akhir ini untuk mengamankan Indonesia dari kekacauan. PSI mendukung penuh kepolisian dalam mengamankan NKRI, terutama dalam mengawal pelantikan Presiden Joko Widodo yang secara sah dan konstitusional terpilih oleh jutaan masyarakat Indonesia,” tutup William.