Laporan Reporter Tribun Jogja, Rendika Ferri K
TRIBUNNEWS.COM, MAGELANG - Universitas Tidar Magelang melakukan pemeriksaan terhadap seorang dosen di Untidar berinisial H yang diduga melakukan ujaran kebencian di media sosial.
H, Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Politik tersebut diduga melakukan ujaran kebencian di media sosial terkait kejadian penusukan Menko Polhukam, Wiranto beberapa waktu lalu.
"Kami sedang melakukan pemeriksaan awal terhadap yang bersangkutan. Sementara ini di tingkat fakultas, selaku atasan langsung yang bersangkutan. Nanti dari fakultas, kita masukkan ke tingkat Universitas di Dewan Kode Etik, untuk melihat pelanggarannya seperti apa," ujar Kepala Biro Umum dan Keuangan Untidar, Among Wiwoho, Senin (14/10/2019) di Ruang Multimedia Untidar Magelang.
Pihaknya tadi pagi sudah memanggil dosen yang bersangkutan, dipanggil oleh dekan dan jajarannya.
Baca: Nahas, Jiat Meninggal Tertabrak Kendaraan Lain Saat Mengganti Ban Truk di Mantingan Ngawi
"Kita belum dapat hasilnya seperti apa. Mudah-mudahan ada titik terang tindakan selanjutnya. Ini suatu pelanggaran disiplin bagi kami di sini," ujar Among Wiwoho.
H sendiri mengunggah status di media sosial Facebook yang diduga memuat ujaran kebencian.
Dalam status tersebut, H diduga melakukan ujaran kebencian terhadap Menko Polhukam, Wiranto, atas kejadian penusukan terhadap Wiranto.
Bahkan Kemenpan-RB sampai memberikan surat edaran kepada Untidar, juga dari Badan Kepegawaian Negara (BKN) terkait kejadian tersebut.
Sesuai arahan dari kementerian, yang bersangkutan pun mesti diperiksa.
Among belum bisa mengatakan perbuatan yang bersangkutan termasuk pelanggaran, apakah termasuk kategori ringan, sedang ataupun berat.
Semuanya baru dapat diketahui setelah pemeriksaan terhadap yang bersangkutan selesai dilaksanakan, baik di tingkat fakultas, ataupun di tingkat universitas yakni di Dewan Kode Etik.
Jika melanggar kode etik atau aturan di Universitas, oknum dosen tersebut akan diarahkan ke Tim Binap (Pembinaan Aparatur).
Yang bersangkutan akan diperiksa lagi, baru nanti ada sanksi disiplin karena ranahnya mengarah ke pelanggaran disiplin.
Baca: Jokowi Dilantik 20 Oktober, Tapi Susunan Kabinet Jokowi-Maruf Sudah Bocor, Begini Reaksi Istana
"Kita punya dewan kode etik dan tim binap atau pembinaan aparatur. Rektor mengarahkan kita untuk memeriksa atau melihat dulu. Kita melalui proses pertama, kita serahkan ke dewan kode etik, bagaimana sikap pimpinan terhadap kasus tersebut," katanya.
Baca: Jalan Gerindra Masuk Kabinet Jokowi Kian Lempeng, PKB Beri Sinyal Hijau Usai Bertemu Prabowo
"Kalau disimpulkan apakah ada pelangaran yang harus ditindaklanjuti, atau ada tindakan lain. Kalau melanggar kode etik, atau aturan di Untidar, kita lanjutkan ke tim binap. Di tim binap dilakukan pemeriksaan, barulah ada sanksi disiplin. Arahnya ke sankso disiplin," dia menambahkan.
Ia belum berstatus ASN, tetapi sebagai pegawai tetap dan sudah bekerja sejak 1992 sampai peralihan status universitas menjadi negeri, dari yayasan ke pemerintah pada tahun 2014.
"Belum ASN, dalam proses pemindahan dari pegawai Yayasan ke ASN, khususnya yang bersangkutan berasal pegawai tetap non pns, arahnya ke PPPK. Itu kontraknya empat tahunan, dan yang bersangkutan dalam proses," kata Among.
Lanjut Among, sanksi untuk pelanggaran disiplin sendiri ada kategori ringan, sedang dan berat.
Sanksi ringan dati teguran lisan, teguran tertulis dan pernyataan tidak puas secara tertulis.
Disiplin sedang, penundaan kenaikan gaji berkala, pangkat, sampai penurunan pangkat.
Sanksi berat, penurunan pangkat dan pemberhentian dengan hormat dan tidak hormat.
"Untuk yang bersangkutan, tergantung daftar kesalahan sesuai hasil pemeriksaan tadi, masukan dewan kode etik, pimpinan, fakultas. Arahannya akan dilakukan pemeriksaan sesuai prosedur, apa hasilnya nanti tergantung nanti. Kita menganut asas praduga tak bersalah, sementara belum ada hasil, kami menganggap masih dalam proses, kita beri kesempatan bekerja sesuai kesehariannya," ujar Among.
• Istri Komentari Wiranto di Medsos, Dandim Kendari Dicopot dan Ditahan
Dosen H sendiri saat ini masih mengajar, sembari menunggu pemeriksaan atas kasus yang menimpanya.
Surat teguran sendiri dari KemenpanRB dan BKN.
Jika terbukti benar, maka oknum dosen tersebut terancam sanksi disiplin.
"Ada arahan dari kementerian, kasus ini tolong ditegur. Surat baru lewat secara lisan, juga termasuk pelanggaran kode etik, tapi kita kalau kita larikan ke arahan dari kemenpanRB dan BKN, rasanya jadi pelanggaran disiplin. Yang bersangkutan bisa terancam sanksi disiplin. Ini kasus pertama di Untidar. Semoga segera ada titik terang," tutur Among.
Seorang mahasiswa dari BEM Fisip Untidar, AH, mengatakan, secara penyampaian di kelas secara sistematis, mahasiswa dituntut untuk berpikir kritis, tetapi tidak melebar ke arah radikal.
"Kami diminta berpikir kritis, tapi tidak melebar ke radikal," katanya. (TRIBUNJOGJA.COM)