Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komnas HAM meminta Presiden RI dan Wakil Presiden RI terpilih yang akan dilantik pada Minggu 20 Oktober 2019 nanti untuk memprioritaskan permasalahan Papua.
Ketua Komnas HAM, Ahmad Taufan Damanik mengatakan persoalan HAM di Papua merupakan persoalan yang sangat krusial dari sejumlah persoalan yang Hak Asasi Mansuia di Indonesia.
Baca: Menurut TNI, Ulah KKB di Papua Belakangan Ini Karena Ada Persaingan Antarkelompok OPM
"Sampai hari ini kami terus menyampaikan pesan tersebut, karena supaya Pak Jokowi sebagai Presiden apalagi sekarang terpilih lagi, tanggal 20 (Oktober) dilantik kembali. Tolong tempatkan masalah Papua nomor satu," kata Taufan saat konferensi pers terkait keruduhan Wamena di Kantor Komnas HAM Jakarta Pusat pada Jumat (18/10/2019).
Terkait persolan Hak Asasi Manusia di Papua, ia mengatakan Komnas HAM bersedia memfasilitasi para pihak untuk berdialog terkait hal tersebut.
Ia bahkan mengatakan, Majelis Rakyat Papua juga telah mengungkapkan niatnya untuk berdialog dengan Kepolisian.
"Komnas ini posisinya apa? Komnas ini posisinya memfasilitasi para semua pihak ini mau duduk untuk dialog. Tadi MRP, alhamdullilah dia bilang ‘Pak tolong dibantu kami bertemu Kapolri’, ini bagus saya bilang," kata Taufan.
Baca: Ditinggal Saat Tidur, Bocah 4 Tahun Tewas Terjatuh Dari Lantai 7 Rusunawa Tambora
Ia mengatakan, persepsi satu pihak dengan pihak lainnya juga menjadi masalah dalam proses penyelesaian kasus HAM di Papua.
"Jadi para pihak yang berurusan dengan Papua ini, ini menurut kami harus duduk bersama. Karena sering kali pendapat satu sama lain nggak ketemu. Yang satu minta pemekaran, yang satu minta begini, saling tuduh segala macam. Maka kami bilang oke, bersedia memfasilitasi semua pihak untuk duduk berdialog, ayo sama-sama," kata Taufan.
Rusuh di Wamena tak ada kaitannya dengan SARA
Komnas HAM memastikan korban kerusuhan Wamena pada 23 September 2019 tidak ada hubungannya dengan Suku Agama Ras Antargolongan (SARA).
Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik mengungkapkan pihaknya juga telah memiliki data terkait hal tersebut.
Baca: Dua Tahun Menjabat, Janji Anies Baswedan Legalisasi Becak di Jakarta Masih Mentok
"Berkembang informasi bahwa yang jadi korban hanya orang luar. Tidak. Kami ada datanya. Tapi kami tidak mau mempublikasikan nama dan etnis tersebut karena kami khawatir itu akan memicu konflik berbau SARA," kata Taufan di Kantor Komnas HAM RI Jakarta Pusat pada Jumat (18/10/2019).
"Padahal ini sama sekali tidak ada hubungan dengan SARA. Karena ada berbagai korban dari suku-suku yang ada di sana. Mau itu dibilang pendatang dan orang asli, sama-sama ada korban, Ada berbagai pihak menjadi korban," ucapnya.
Dari pendalaman yang dilakukannya dengan terjun langsung ke Wamena pada Senin (14/10/2019) sampai Kamis (17/10/2019), ia mengatakan peristiwa tersebut merupakan kelanjutan dari kasus dugaan rasisme di Surabaya.
Terkait dengan kerusuhan di Wamena, ia mengatakan kerusuhan itu dipicu dari informasi tentang perkataan seorang guru SMA yang diduga mengandung unsur rasisme.
Namun berdasarkan penulusurannya, perkataan seorang guru SMA yang diduga mengandung unsur rasisme itu tidak terkonfirmasi kebenarannya meski peristiwa tersebut kemudian memicu unjuk rasa siswa yang dilanjutkan demo ribuan orang yang mengakibatkan pembakaran, kerusuhan, sehingga menimbulkan korban tewas.
Terkait jumlah korban tewas, Komnas HAM membenarkan 33 korban tewas ketika kerusuhan tersebut pecah.
Dua di antara korban tersebut tewas karena sakit, sedangkan sisanya mengalami kekerasan.
Meski demikian, ia mengatakan telah menerima laporan dari pihak yang tidak bisa disebutkan namanya terkait dengan adanya 10 korban tewas lain yang diduga ditembak.
Meski begitu, terkait siapa yang melakukan penembakan dan kabar tersebut ia mengatakan Komnas HAM akan melanjutkan lagi investigasi mendalam terkait hal tersebut dengan berkunjung langsung ke alamat rumah keluarga mereka.
"Ada informasi ada 10 orang lagi yang perlu dikorscek lagi. Ini tidak sempat dibawa ke rumah sakit tapi langsung dibawa ke rumahnya sehingga tidak terdeteksi," kata Taufan.
Meski demikian, ia mengatakan investigasi mendalam terkait 10 korban tersebut masih memerlukan waktu mengingat jarak yang perlu ditempuh serta kondisi keamanan.
"Ada di Lembah Dani yang perlu dikroscek. Pihak teman kita di sana sarankan jangan dulu," kata Taufan.
Sebelumnya, ia mengatakan telah mengunjungi Wamena sejak Senin (14/10/2019) sampai Kamis (17/10/2019) untuk melakukan pendalaman atas fakta-fakta yang telah dikumpulkan oleh kantor Komnas HAM Papua terkait dengan peristiwa kerusuhan Wamena pada 23 September 2019.
Baca: Menurut TNI, Ulah KKB di Papua Belakangan Ini Karena Ada Persaingan Antarkelompok OPM
Dalam proses pendalaman tersebut Komnas HAM telah bertemu dengan sejumlah pihak terkait dengan kerusuhan tersebut.
Para pihak yang ditemuinya antara lain Gubernur Papua, Koalisi Masyarakat Sipil untuk Papua sekira 30-an orang, Pangdam XVII Cenderawasih, Kapolda Papua, Kapolres, Dandim, tokoh agama, tokoh masyarakat, Rektor Universitas Cenderawasih, dan beberapa Jurnalis.