Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman, menyarankan Presiden Joko Widodo memilih jaksa karier untuk posisi jaksa agung.
Menurut dia, jaksa agung harus independen dan tidak terafiliasi dengan partai politik manapun.
"Independen dan tidak boleh terafiliasi partai politik," kata Boyamin, saat dihubungi, Jumat (18/10/2019).
Namun, kata dia, tidak semua jaksa karier dapat menempati posisi sebagai jaksa agung.
Baca: Kalah dari Timnas U-19 Indonesia di Laga Pertama, China Datangkan Lima Pemain Baru Untuk Laga Kedua
Baca: Gading Marten & Juria Hartmans Digosipkan Pacaran, Gisella Anastasia Ungkap Sinyal Kedekatan Mereka
Baca: Kisah Miris Suhartini, Hajatan Anaknya Diboikot Warga Sekampung Lantaran Beda Pilihan Kades
Untuk itu, dia menegaskan, perlu adanya syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi.
"Karier lurus dan bersih dengan bukti penghargaan berjenjang 10 tahun, 20 tahun, dan 30 tahun," kata dia.
Selain itu, dia melanjutkan, jaksa agung tidak boleh seseorang yang pernah mendapatkan sanksi karena melakukan pelanggaran.
Serta, dia menambahkan, jaksa karier harus berprestasi menangani perkara korupsi.
"Tidak boleh cacat, karena sanksi administrasi, karena pernah melakukan pelanggaran dalam menjalankan tugas sebagai jaksa," katanya.
Dukung jaksa agung dari non partai
Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) mengapresiasi sikap Presiden terpilih 2019-2024, Joko Widodo (Jokowi) tidak akan menempatkan wakil dari partai politik menduduki kursi Jaksa Agung.
Bahkan kata Ketua DPP PKB, Abdul Kadir Karding, keputusan Jokowi itu sangat didukung penuh partai yang dipimpin oleh Muhaimin Iskandar (Caki Imin) itu.
"Itu sesuatu yang sangat positif. Sangat kami apresiasi, setuju dan dukung penuh presiden Jokowi tak pilih Jaksa Agung dari parpol," ujar mantan Wakil Ketua TKN Jokowi-Maruf Amin ini kepada Tribunnews.com, Kamis (15/8/2019).
Tak lain menurut anggota DPR RI ini, untuk menghindari persepsi politik yang buruk terhadap Jokowi, jika menempatkan wakil dari parpol di kursi tertinggi Korps Adhyaksa.
Baca: Motif Pembunuhan Gadis dalam Karung, Kelima Pelaku Cemburu Korban Dekat dengan Banyak Lelaki
"Juga untuk menjaga independesi dan netralitas hukum, maka ada baiknya Jaksa Agung diambil dari kelompok profesional atau pun karir," jelasnya.
PKS Puji Keberanian Jokowi Tak Tempatkan Wakil Parpol sebagai Jaksa Agung
Keadilan Sejahtera (PKS) memuji sikap berani Presiden terpilih 2019-2024, Joko Widodo (Jokowi) tidak akan menempatkan wakil dari partai politik menduduki kursi Jaksa Agung.
"Apresiasi Pak Jokowi yang berani tegas menyatakan Jaksa Agung bukan dari Parpol," ujar Ketua DPP PKS, Mardani Ali Sera kepada Tribunnews.com, Rabu (14/8/2019).
Meskipun demikian Wakil Ketua Komisi II DPR RI ini tetap meminta masyarakat mengawal realisasi janji Jokowi tidak menyerahkan kursi Jaksa Agung kepada parpol hingga pelantikan Kabinet Kerja Jilid II mendatang.
"Masyarakat mesti mengawal," tegas mantan Wakil Ketua BPN Prabowo Subianto-Sandiaga Uno ini.
Untuk itu pula dia meminta parpol di Koalisi pemerintah untuk menerima keputusan baik Jokowi tersebut.
Baca: Pertamina Dinilai Tak Perlu Libatkan Perusahaan Asing Tangani Tumpahan Minyak
Karena itu akan membawa kebaikkan bagi bangsa ini, khususnya di tubuh Kejaksaan Agung.
Sebagaimana diketahui, periode pertama pemerintahan Jokowi, Jaksa Agung dijabat oleh M. Prasetyo. Dia adalah mantan kader Partai NasDem.
"Nasdem atau parpol lainnya mesti menyadari bahwa penunjukkan Menteri merupakan hak prerogatif Presiden," ucap Mardani Ali Sera.
Jokowi: Jaksa Agung Bukan Dari Parpol
Jokowi juga menegaskan bahwa Jaksa Agung mendatang tidak berasal dari representasi partai politik.
"Tidak dari partai politik," ujar Jokowi saat bertemu pemimpin media massa di Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (14/8/2019).
Jokowi mengatakan, dalam sejarahnya Jaksa Agung bisa juga dari luar Kejaksaan Agung.
Meski begitu, dia belum memastikan apakah ini berarti Jaksa Agung akan diisi dari internal Korps Adhyaksa.
Selain itu Jokowi juga menyatakan, Kabinet Kerja Jilid II akan diwarnai gabungan menteri dari profesional dan unsur partai politik.
Baca: Tania Nadira Sebut Kado dari Tamu Dipakai untuk Lunasi Biaya Resepsi, Sang Suami Kesal : Enak Aja !
Secara spesifik, Jokowi menyatakan bahwa komposisi menteri dari partai politik memiliki porsi yang sedikit lebih kecil ketimbang kalangan profesional.
"Partai politik bisa mengusulkan, tetapi keputusan tetap di saya. Komposisinya 45 persen," jelas Jokowi.
Dengan demikian, perbandingan menteri dari kalangan profesional dengan unsur partai politik adalah 55 persen berbanding 45 persen.