TRIBUNNEWS.COM - Kepala Divisi Penguatan Kelembagaan dan Kajian Hukum Lingkungan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Sumatera Barat (WALHI Sumbar), Tommy Adam menyebut memang ada temuan dari pihaknya bahwa tambang ilegal di Solok Selatan dibekingi polisi.
Adapun pernyataannya itu menjawab terkait kasus Kabag Ops Polres Solok Selatan, AKP Dadang Iskandar yang menembak mati Kasat Reskrim Polres Solok Selatan, AKP Ryanto Ulil Anshari.
Diduga penembakan tersebut buntut tidak terimanya AKP Dadang atas penangkapan pelaku tambang galian C ilegal oleh Sat Reskrim Polres Solok Selatan yang dipimpin oleh AKP Ryanto.
Selain itu, AKP Dadang juga diduga membekingi tambang galian C ilegal tersebut.
Mulanya, Tommy mengungkapkan pihaknya belum mengetahui terkait kepemilikan tambang galian C ilegal yang diduga dibekingi AKP Dadang tersebut.
"Kalau spesifik di lokasi kita belum (mengetahui), di locus kasus polisi tembak polisi," jelasnya dalam program Obrolan Newsroom dikutip dari YouTube Kompas.com, Senin (25/11/2024).
Namun, Tommy menuturkan ada empat pihak yang menurutnya menguasai tambang ilegal di Solok Selatan.
Pertama, adalah pemerintah yang tidak melakukan upaya penutupan terhadap tambang ilegal meski memiliki wewenang tersebut.
"Kedua, adalah pemilik modal yang biasanya dari luar Nagari atau dari luar desa tersebut."
"Dia punya modal kemudian modal itu diperuntukkan untuk membuka lahan-lahan tambang," jelas Tommy.
Baca juga: Diduga Jadi Pemicu AKP Dadang Tembak AKP Ulil, Tambang Galian C Ditutup dan Pemilik Diperiksa
Ketiga, kata Tommy, adalah pemilik lahan yang mau lahannya digunakan untuk pertambangan ilegal.
Terakhir, adalah oknum pembeking. Tommy mengungkapkan pembeking ini biasanya bertugas di tambang ilegal yang berada di kawasan hutan di Solok Selatan.
Dia menyebut tugas para pembeking ini adalah menyuplai bahan bakar minyak (BBM) ke lokasi tambang.
"Kalau di lokasi lain di Solok Selatan di kawasan hutan, jadi tugas-tugas oknum ini adalah membeking bahan bakar minyak ke lokasi tambang."