Hal itu juga diakui oleh Ketua Bidang Hukum dan Advokasi Partai Gerindra Habiburokhman.
Diberitakan Kompas.com, Selasa (22/10/2019), Habiburokhman mengatakan, banyak relawan pendukung Gerindra yang awalnya kecewa dengan keputusan Prabowo Subianto bergabung ke koalisi Jokowi.
Baca: Tak Jadi Menteri Lagi, Susi Pudjiastuti Lepas Penat dan Lelah dengan Joget Heboh, Videonya Viral
Meskipun, menurut dia, pada akhirnya bisa memahami langkah Prabowo.
Kekecewaan itu dituangkan di media sosial.
"Itu kekecewaan kita bersama. Melihat situasi pemilu yang kemarin enggak enak, rasa persaudaraan yang bergeser, terlalu terbelah kemudian ujungnya sifat politik yang seperti ini," kata pengamat politik dari Universitas Indonesia Aditya Perdana, Selasa (22/10/2019).
Menurut dia, bergabungnya Prabowo ke kubu Jokowi bisa saja meningkatkan apatisme masyarakat terhadap politik.
Dengan realita politik ini, Aditya mengingatkan bahwa ini bisa menjadi pelajaran bagi masyarakat untuk tidak fanatik dalam mendukung calon pilihannya.
"Tidak usah berlebihan, akhirnya kita akan bisa paham bahwa fanatisme itu hanya berujung kompromi dan tidak kemudian mampu menyuarakan apa yang diinginkan kelompok tersebut," ujar Ketua Pusat Kajian Politik FISIP UI ini.
Semakin rampingnya oposisi saat ini, maka publik harus aktif menjadi pihak pengontrol kinerja pemerintah.
"Kita dorong sama-sama masyarakat untuk selalu kritis terhadap pemerintah, karena memang satu-satunya cara untuk menjaga demokrasi kita, check and balances itu ada di publik, fungsi kontrol," kata Aditya.
Meski demikian, Aditya meyakini masyarakat Indonesia saat ini sudah terbuka wawasannya mengenai politik.
"Tapi melihat sisi yang lain, publik saat ini memiliki tingkat partisipasi atau kesadaran politik yang relatif baik," kata Aditya.
Hapus istilah
Jauh-jauh hari sebelumnya, Presiden Joko Widodo menegaskan, saat ini tidak ada lagi yang namanya 01 dan 02.