TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presiden Jokowi menegaskan kenaikan iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan bukan untuk membebani masyarakat.
Untuk itu, Jokowi meminta jajarannya memberikan pemahaman dengan baik dan hati-hati kepada masyarakat soal kenaikan iuran BPJS Kesehatan.
"Jangan sampai, misalnya urusan yang berkaitan dengan kenaikan iuran BPJS, kalau tidak jelas maka masyarakat akan membaca kami ingin memberikan beban yang lebih banyak kepada rakyat," ujar Jokowi di Kantor Presiden Jakarta, Kamis (31/10/2019).
Jokowi melanjutkan kenaikan iuran ini demi mengatasi defisit di BPJS, bukan untuk membebankan masyarakat miskin. Dia meminta warga untuk memahami hal tersebut.
Terlebih lagi, pemerintah telah menggratiskan 96 juta peserta BPJS kategori Penerima Bantuan Iuran (PBI) dengan anggaran total Rp 41 triliun.
"Rakyat harus ngerti ini," tegasnya.
Dia kembali berpesan agar kedepan jangan ada lagi rakyat yang berpikir kenaikan ini merupakan beban bagi rakyat miskin.
Jokowi menyebut para menteri harus hati-hati menjelaskan soal kenaikan iuran BPJS, sehingga tidak memunculkan aksi protes.
"Kalau cara kita menjelaskan tidak pas hati-hati. Dipikir kita memberi beban berat pada masyarakat miskin," tambahnya.
Berlaku Januari 2020
Presiden Jokowi resmi menaikkan iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan sebesar 100 persen pada Kamis (24/10/2019).
Kenaikan iuran itu berlaku bagi Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU) dan peserta bukan pekerja.
Adapun aturan tersebut tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.
"Untuk meningkatkan kualitas dan kesinambungan program jaminan kesehatan perlu dilakukan penyesuaian beberapa ketentuan dalam Peraturan presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan," ujar Jokowi dalam Perpres No.75 Tahun 2019.