TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda menyatakan pendidikan Indonesia harus mengedepankan adab.
Segala inovasi dan kreativitas dari peserta didik harus bermuara pada terbentuknya mental yang mengedepankan norma sehingga mampu memberikan kemanfaatan kepada sesama.
“Berbagai inovasi dan kreativitas yang diajarkan kepada peserta didik tidak boleh meninggalkan adab sebagai kerangka utama pendidikan di Indonesia. Penekanan terhadap pentingnya adab ini akan menjaga pendidikan Indonesia tidak terjatuh dalam komodifikasi yang serba material,” ujar Syaiful Huda usai dikukuhkan sebagai Ketua Komisi X, di kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (30/10/2019).
Pengukuhan Pimpinan Komisi X tersebut dilakukan Wakil Ketua DPR bidang Kesra Muhaimin Iskandar.
Sebagai Ketua Komisi X Syaiful Huda, didampingi Agustina Pramestuti (Fraksi PDI Perjuangan), Hetifah Sjaifudian (Fraksi Golkar), Dede Yusuf Macan Effendi (Fraksi Demokrat), dan Abdul Fikri Faqih (Fraksi PKS) sebagai wakil ketua.
Huda mengatakan untuk menghasilkan pendidikan berkualitas maka harus memenuhi beberapa persyaratan.
Pertama bahwa pendidikan harus menumbuhkan ekosistem yang bisa mendorong peserta didik bisa berpikir cerdas.
“Agar bisa cerdas anak-anak kita harus mempunyai kecukupan gizi yang baik, sehingga persoalan biaya pendidikan tidak lagi bicara pada persoalan dasar tentang SPP gratis tapi bagaimana biaya pendidikan tersebut bisa mencakup penyediaan gizi yang baik bagi peserta didik,” katanya.
Kedua kata Huda stake holder pendidikan harus melakukan proses belajar-mengajar dengan dasar cinta. Dasar kecintaan terhadap ilmu ini akan melahirkan semangat baik dari regulator, pengajar, maupun peserta ajar.
“Saat ini banyak anak-anak kita yang tidak semangat dalam belajar baik karena pengaruh gadget yang saat ini begitu luar biasa maupun karena persoalan lain seperti masalah dalam keluarga,” katanya.
Alumni Pesantren Denanyar ini melanjutkan dalam proses menuntut Ilmu harus dilakukan dengan kesabaran.
Di sini kesabaran bukan hanya harus dimiliki oleh para peserta didik, namun juga para pengajar, dan stake holder bidang pendidikan di tanah air.
Persoalan pembiayaan, kata Huda juga harus dipikirkan dengan matang. Sebab proses menuntut ilmu membutuhkan biaya yang tidak sedikit.
“Alhamdulillah negara telah dalam 20 tahun terakhir telah mengalokasi biaya pendidikan hingga 20% dari APBN namun demikian masih membutuhkan peran stake holder lainnya untuk turut bersama memikirkan biaya pendidikan berkualitas di tanah air,” ujarnya.