TRIBUNNEWS.COM - Direktur Deradikalisasi BNPT Irfan Idrus angkat bicara soal isu radikalisme di acara Indonesia Lawyers Club (ILC), Selasa (5/11/2019).
Menurut Irfan, radikal dibagi dalam dua bentuk yakni radikal konstruktif yang positif dan radikal destruktif yang bersifat negatif.
Radikal itu radik berpikir sampai akar-akar, sampai tuntas, holistik dari hulu ke hilir.
Ciri orang yang berpikir radikal konstruktif yakni berpikir komprehensif, berpikir sistematis, dan berpikir universal.
Ketika sudah menjadi radikalisme orang mulai mengarah kepada hal yang negatif.
Sebab seseorang bisa menjadi radikal dalam arti yang negatif yaitu berujung pada aksi teror.
Irfan menuturkan, terorisme dilahirkan oleh seorang ibu yang bernama radikalisme.
"Sebab seseorang bisa menjadi radikal dalam arti destrukrif atau negatif yang berujung pada aksi teror, karena terorisme itu dilahirkan oleh seorang ibu yang bernama radikalisme," ujar Irfan Idris dalam tayangan ILC, Selasa (5/11/2019).
Irfan menegaskan, semua yang teroris itu adalah radikal tetapi tidak semua yang radikal itu teroris.
"Jadi semua yang teroris itu radikal tetapi tidak semua yang radikal itu teroris, dan jangan terpancing oleh kehendak yang ingin mengacaukan keutuhan kita berbangsa di tengah ramainya perbedaan kita,' kata Irfan Idris.
Idris menjelaskan banyak faktor yang menyebabkan orang bisa bertindak radikal.
"Pertama, pendidikan tetai tidak juga contohnya dokter Azhari dia doktor tapi teroris," jelas Irfan Idris.
Irfan menegaskan, bisa jadi karena faktor pendidikan tetapi secara holistik tidak bisa disimpulkan demikian.
"Kedua, ekonomi, orang dapat menjadi radikal jika kosong pikiran,kosong hati, kosong perut, dan kosong dompet," ungkap irfan.