Ia beranggapan pemerintah belum tahu betul apa definisi dari radikalisme.
"Ya, sampai sekarang kan pemerintah belum berhasil mendefinisikan apa itu radikalisme, radikalisme itu sebenarnya apa, gerakan apa?" ucap Tengku Zul.
Tengku Zul menyebut sebagian orang yang beranggapan radikalisme adalah gerakan ingin mengganti dasar dan falsafah negara.
Namun, Tengku Zul mengaku tidak tahu sebenarnya siapa yang ingin mengganti.
"Kalau dikatakan gerakan mau mengganti dasar negara Undang-Undang Dasar 45, falsafah negara Pancasila, siapa?" tanya Tengku Zul.
Bahkan Tengku Zul meyakini mayoritas organisasi Islam sepakat dengan apa yang menjadi dasar, falsafah, dan smeboyan negara.
"67 organisasi Islam semua sepakat, Pancasila falsafah negara, Undang-Undang Dasar 45 dasar negara, Bhinneka Tunggal Ika semboyan negara, NKRI bentuk negara, semua sepakat, enggak ada (yang melawan)," ujarnya.
Bagi Tengku Zul, seluruh ormas Islam yang sudah terdaftar di Majelis Ulama Indonesia tidak ada sangkut pautnya dengan gerakan radikalisme.
"Tidak ada satu pun dari 67 ormas yang di bawah naungan Majelis Ulama Indonesia yang berkeinginan mengubah dasar negara," tegas Tengku Zul.
"Terus siapa yang radikal?" imbuhnya.
Tengku Zul kemudian mengaitkan definisi radikalisme yang kerap disalahartikan sebagai orang berpaham takfiri.
Padahal orang-orang takfiri atau yang menyebut sesama muslim atau orang berkeyakinan lain dengan istilah 'kafir' sudah ada sejak zaman Ali bin Abi Thalib.
"Ya kita sepakat, kalau memang ada paham takfiri yang mengkafir-kafirkan sesama orang Islam dan lain-lain, itu bukan baru lima tahun ini, itu sejak zaman Sayyidina Ali," ucap Tengku Zul.
Tengku Zul juga menceritakan di masa lalu orang-orang takfiri yang disebut kaum khawarij membunuh kaum yang tidak sepaham dengan mereka.