TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menjamin keberadaan posisi wakil panglima, tidak akan memunculkan dualisme di tubuh Tentara Nasional Indonesia (TNI).
"Ditentara enggak ada dualisme, kalau enggak beres tetap yang salah di bawah. Apalagi kalau tentara dikatakan insubkoordinasi, pidana, dikatakan tidak loyal, mati itu kariernya," kata Moeldoko di komplek Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (7/11/2019).
Moeldoko pun membantah, dihidupkannya kembali jabatan wakil panglima, hanya untuk mengakomodir para perwira tinggi dari tiga matra di TNI yaitu Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara.
Baca: Tiga Kepala Staf Berpeluang Jabat Wakil Panglima TNI
"Enggak lah, apa yang terjadi sekarang sudah melewati kajian waktu zaman saya panglima, bukan kebutuhan praktik," tuturnya.
Menurutnya, jabatan wakil panglima memang diusulkan dirinya saat menjabat panglima TNI pada era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan sekarang baru direalisasikan pada saat ini.
"Posisi panglima adalah pengendali operasi, panglima banyak melihat keluar, banyak kunjungan, banyak mengecek kesiapan pasukan dan seterusnya. Sehingga saya memandang perlu ada wakil panglima," papar Moeldoko.
"Kalau ada ini (wakil), tidak perlu lagi karena panglima dan wakil panglima dalam satu kota. Jadi pertimbangannya sangat teknikal, organisatoris, tidak ada pertimbangan politik," sambung Moeldoko.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) menghidupkan kembali jabatan wakil panglima TNI, dengan menandatangani Paraturan Presiden (Perpres) Nomor 66 Tahun 2019 tentang Susunan Organisasi Tentara Nasional Indonesia.
Penekanan keberadaan wakil panglima TNI dalan pasal 13 ayat (1) dengan bunyi Markas Besar TNI meliputi unsur pimpinan terdiri atas, Panglima dan Wakil Panglima.
Berdasarkan perpres ini, jabatan wakil panglima TNI ditujukan untuk perwira tinggi dengan pangkat jenderal atau bintang empat.