Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali melakukan pemeriksaan terhadap sejumlah saksi perkara dugaan suap terkait lelang proyek pada Dinas Pekerjaan Umum, Perumahan, dan Kawasan Permukiman (PUPKP) Kota Yogyakarta Tahun Anggaran 2019.
Pada Jumat (8/11/2019) ini, tim penyidik memeriksa tujuh saksi tersangka Eka Safitra, jaksa di Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Yogyakarta yang juga merupakan anggota Tim Pengawal dan Pengaman Pemerintahan dan Pembangunan Daerah (TP4D).
Pelaksana Harian (Plh) Kepala Biro Humas KPK Chrystelina G Sitompul menyampaikan, tujuh saksi yang diperiksa seluruhnya berasal dari unsur swasta.
Baca: KPK Serahkan 40 Halaman Berkas Kesimpulan ke Hakim di Sidang Praperadilan Imam Nahrawi
Baca: Ikan Tohok Jadi Kode Uang Suap untuk Gubernur Kepulauan Riau
Baca: Dewan Pengawas KPK akan Dilantik Jokowi pada Desember 2019, Apa Saja Tugasnya?
Chrystelina melanjutkan, pemeriksaan dilakukan di Kantor Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan DIY, Jalan Parangtritis KM 5,5, Panggungharjo, Sewon, Tarudan, Bangunharjo, Kecamatan Sewon, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta.
"Dalam pemeriksaan, KPK mendalami informasi terkait dengan dugaan penerimaan lain tersangka ESF (Eka Safitri) dari Dinas PUPR Yogyakarta," ujar Chrystelina di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Jumat (8/11/2019).
Sebelumnya pada Kamis (7/11/2019) kemarin, penyidik telah memeriksa delapan saksi untuk Jaksa Eka.
Dari pemeriksaan itu, KPK menelisik adanya dugaan penerimaan uang dari Wali Kota Yogyakarta Haryadi Suyuti.
“KPK mendalami informasi terkait dengan dugaan penerimaan lain tersangka EFS (Eka Safitra) dari kepala dinas pekerjaan umum dan wali kota,” kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah kepada wartawan, Kamis (7/11/2019).
Dalam perkembangan jauh sebelumnya, KPK telah menggeledah sejumlah lokasi terkait perkara ini.
Pada Jumat (23/8/2019) silam, tim KPK menggeledah rumah Kepala Bidang Sumber Daya Air Dinas PUPKP Kota Yogyakarta Aki Lukman Nor Hakim. Dari sana, tim mengangkut uang sebesar Rp130 juta.
"Uang ini kami duga masih terkait dengan proyek yang ada di dinas tersebut," ujar Febri saat itu.
Baca: Kritisi KPK, Arteria Dahlan Malah Diskakmat Peneliti ICW hingga Dimintai Bukti: Pembohongan Publik
Kemudian pada pada Rabu (21/8/2019) dan Kamis (22/8/2018) KPK melakukan penggeledahan di Solo dan Yogyakarta.
Sejumlah lokasi yang digeledah itu, yakni kantor PT Kusuma Chandra dan kantor PT Mataram Mandiri yang berada di Solo.
Selain itu, tim penyidik juga menggeledah kantor Dinas PUPKP dan kantor Badan Layanan Pengadaan (BLP) Yogyakarta.
Dari penggeledahan di sejumlah lokasi selama dua hari tersebut, tim penyidik menyita dokumen-dokumen penting terkait proyek di Dinas PUPKP yang digarap kedua perusahaan tersebut.
Dalam kasus ini, KPK menetapkan Jaksa di Kejaksaan Negeri Yogyakarta yang juga anggota TP4D Eka Safitra dan jaksa di Kejaksaan Negeri Surakarta Satriawan Sulaksono sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait lelang di Dinas PUPKP Kota Yogyakarta tahun anggaran 2019.
Tak hanya dua jaksa, status tersangka juga disematkan lembaga antirasuah terhadap Direktur Utama PT Manira Arta Mandiri Gabriella Yuan Ana.
Penetapan ini dilakukan KPK melalui gelar perkara setelah memeriksa secara intensif para pihak yang dibekuk dalam operasi tangkap tangan (OTT) pada Senin (19/8/2019).
Dalam kasus ini, Eka Safitra dan Satriawan Sulaksono diduga menerima suap dari Gabriella Yuan Ana agar perusahaannya memenangkan lelang proyek rehabilitasi Saluran Air Hujan (SAH) di Jalan Supomo pada Dinas PUPKP Kota Yogyakarta.
Proyek tersebut seharusnya diawasi oleh Eka Safitra selaku TP4D dari Kejari Yogyakarta. Sementara Satriawan merupakan Jaksa yang mengenalkan Gabriella ke Eka Safitra.
Atas bantuan Eka, PT Windoro Kandang (WK) yang merupakan perusahaan yang benderanya dipinjam Gabriella memenangkan lelang proyek tersebut.
Atas bantuannya tersebut, Eka Safitra dan Satriawan Sulaksono diduga telah menerima suap dari Gabriella sebesar Rp221.740.000 dalam tiga tahap.
Uang itu merupakan bagian dari komitmen fee sebesar 5% dari nilai kontrak proyek sebesar Rp8,3 miliar yang telah disepakati ketiga tersangka.
Sementara sisa fee direncanakan akan diberikan setelah pencairan uang muka pada minggu keempat bulan Agustus 2019.
Namun, tim Satgas KPK lebih dulu meringkus sejumlah pihak terkait dalam OTT pada Senin (19/8/2019) atau sesaat setelah terjadinya transaksi suap tahap ketiga.