Marsudi pun menyarankan, sebaiknya pada tahap tersebut para orangtua benar-benar mengawasi anak-anaknya terkait organisasi yang diikutinya.
"Ketika yang dicari-cari itu Kiai NU, Muhammadiyah, Al Washliyah, organisasi yang eksis di Indonesia itu lumayan," katanya.
Ia berharap anak-anak yang akan berorganisasi untuk mengikuti organisasi yang sudah benar-benar eksis, untuk menghindari bergabung dengan organisasi-organisasi radikal.
Sementara itu menurut anggota Komisi II DPR (Politik, Pemerintah Dalam Negeri dan Agraria) dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (F-PPP), Achmad Baidowi.
Menurut Baidowi, pemerintah sudah kecolongan.
"Kalau kami mengkritisi pemerintah, ya memang pemerintah kecolongan, pemerintah punya alat-alat canggih, harusnya perlu dilakukan pencegahan dari awal," kata Baidowi.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) menyatakan, pemerintah enggan disebut kecolongan atas peristiwan bom bunuh diri di Polrestabes Medan.
Namun menurut Baidowi, pemerintah sudah kecolongan dan harus lebih meningkatkan kewaspadaan.
Sebab, di instansi pemerintah, khususnya kantor polisi yang seharusnya menjadi tempat yang steril dari terorisme justru malah mudah ditembus teroris.
"Pelaku sempat diperikasa dua kali, kok bisa lolos? Apakah tidak ada alat pendeteksi di kantor polisi? Ini kantor polisi, kalau kantor polisinya tidak aman, bagaimana dengan tempat-tempat lain?" papar Baidowi.
Menurutnya, peristiwa semacam ini lumrah jika mendapatkan sorotan dunia.
Sebab, peristiwa tersebut terjadi di instansi pemerintah yang harusnya mempunyai tingkat keamanan yang ketat.
"Ini bukan main-main, misal bom meledak di pasar, kita tidak dapat mendeteksi siapapun," ungkap pria yang mempeoleh dukungan 82.050 suara pada Pemilu 2019 ini.
Maka pemerintah perlu meningkatkan keberanian dalam melakukan tindakan pencegahan.