Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menelisik seputar percakapan Anggota DPRD Medan Fraksi Partai Golkar Akbar Himawan Buchori dengan Wali Kota Medan nonaktif Tengku Dzulmi Eldin.
Juru bicara KPK Febri Diansyah menjelaskan, Akbar diperiksa dalam kapasitasnya sebagai pihak swasta dalam kasus penerimaan suap terkait proyek dan pengisian jabatan di lingkungan Pemkot Medan.
"Terhadap saksi Akbar Himawan, KPK mendalami pengetahuannya tentang proyek-proyek di Kota Medan dan komunikasi yang dilakukan saksi dengan Wali Kota Medan," kata Febri Diansyah kepada wartawan, Kamis (14/11/2019).
Baca: Aktivitas Istri Pelaku Bom Bunuh Diri di Medan Diungkap Polri, hingga Kini 8 Orang telah Ditangkap
Febri Diansyah mengatakan, dari empat orang saksi yang diagendakan diperiksa hari ini, hanya ada dua saksi yang hadir yakni Akbar Himawan Buchori dan I Ketut Yada.
Sementara dua saksi lainnya, Syarifuddin Dongoran dan M Khairul tidak memenuhi panggilan KPK.
KPK menduga masih ada pihak lain yang ikut terlibat dalam kasus ini.
Berdasarkan keterangan dari Rita Maharani selaku istri dari Wali Kota Dzulmi yang diperiksa pada Senin (11/11/2019), KPK sempat mencecarnya seputar dugaan keterlibatan pihak lain yang ikut 'saweran' untuk plesiran keluarganya saat perjalanan dinas wali kota ke Jepang.
Baca: Istri Pelaku Bom Bunuh Diri di Mapolrestabes Medan Diamankan Polisi: Lebih Dulu Terpapar Radikalisme
Akbar Himawan Buchori sendiri telah dicegah untuk bepergian ke luar negeri oleh KPK.
Ia dicegah bepergian ke luar negeri untuk enam bulan kedepan terhitung sejak 5 November 2019.
Sebelumnya, KPK telah menggeledah rumah Akbar Himawan yang berlokasi di Jalan DI Panjaitan Nomor 142, Medan, Kamis (31/10/2019).
KPK tidak mengungkap apa saja yang disita dalam penggeledahan tersebut.
Sejauh ini, KPK menetapkan Wali Kota Medan nonaktif Tengku Dzulmi Eldin sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait dengan proyek dan jabatan di lingkungan pemerintahannya tahun 2019.
Baca: Pengaman Intelijen Sebut Teroris Punya Waktu Tertentu untuk Lakukan Aksi Teror
Selain Dzulmi, KPK juga menetapkan dua tersangka lainnya yakni, Kadis PUPR Kota Medan, Isa Ansyari dan Kabag Protokoler Kota Medan, Syamsul Fitri Siregar. Ketiganya ditetapkan sebagai tersangka setelah terjaring dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT).
Dzulmi Eldin dan Syamsul Fitri Siregar diduga menerima sejumlah uang dari Isa Ansyari. Uang tersebut disinyalir berkaitan dengan jabatan Isa Ansyari yang diangkat sebagai Kadis PUPR Medan oleh Dzulmi Eldin.
KPK menduga Isa memberikan uang tunai sebesar Rp20 juta setiap bulan pada periode Maret-Juni 2019, kemudian pada 18 September 2019 senilai Rp50 juta kepada Dzulmi.
Tak hanya itu, Dzulmi juga diduga menerima suap dari Kadis PUPR senilai Rp 200 juta. Uang suap itu dipakai untuk memperpanjang masa perjalanan dinas Dzulmi bersama keluarganya di Jepang.