TRIBUNNEWS.COM - Kementerian Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) berencana mencanangkan program sertifikasi perkawinan.
Program tersebut akan mewajibkan pasangan yang hendak menikah untuk mengikuti bimbingan pranikah selama tiga bulan.
Dikutip dari Kompas.com, terdapat pula wacana soal pasangan yang belum lulus pembekalan pranikah tidak diperbolehkan menikah.
Namun, Deputi VI Kemenko PMK, Ghafur Darmaputra menyebutkan gagasan tersebut masih dipersiapkan.
"Gagasan ini masih dipersiapkan," kata Ghafur, seperti yang dikutip dari Kompas.com, Jumat (15/11/2019).
Ghafur menyampaikan, wacana program sertifikasi perkawinan pada dasarnya dipersiapkan untuk menjadikan Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia lebih unggul.
Ia menjelaskan, dengan program tersebut, Kemenko PMK berharap dapat menciptakan SDM yang sehat.
Sehat dalam arti bebas dari stunting, cacat, dan lainnya.
"Intinya untuk mempersiapkan manusia Indonesia seutuhnya. Bebas dari stunting, cacat dan seterusnya," tutur Ghafur.
Menurut Ghafur, pengetahuan tentang pernikahan diperlukan oleh setiap pasangan.
Melalui program sertifikasi perkawinan dengan bimbingan selama tiga bulan, pasangan yang berencana menikah dapat mempersiapkan pengetahuannya dengan baik.
"Pengetahuan akan pernikahan perlu dipersiapkan dengan baik," kata dia.
Komnas HAM Meminta Sertifikasi Perkawinan Tidak Dijadikan Kewajiban
Sementara itu, dilansir dari Kompas.com, Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Ahmad Taufan Damanik mengatakan, rencana sertifikasi perkawinan sebaiknya tidak dijadikan kewajiban terhadap pasangan yang hendak menikah.