News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Taufiq Damas: Membandingkan Nabi dengan Manusia Biasa itu Tidak Apple to Apple

Penulis: Wahyu Gilang Putranto
Editor: Muhammad Renald Shiftanto
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

TRIBUNNEWS.COM - Putri Presiden Soekarno, Sukmawati Soekarnoputri kembali menjadi sorotan.

Pasalnya, Sukmawati membandingkan Nabi Muhammad SAW dengan Presiden pertama Republik Indonesia, Soekarno melalui sebuah mimbar.

Video yang beredar di dunia maya memperlihatkan Sukmawati menyampaikan pernyataan kontroversial tersebut dalam acara diskusi bertajuk "Bangkitkan Nasionalisme Bersama Kita Tangkal Radikalisme dan Berantas Terorisme" pada Senin (11/11/2019).

Adapun acara tersebut diselenggarakan dalam memperingati Hari Pahlawan 10 November 2019.

Wakil Katib Syuriah PWNU DKI Jakarta, Taufiq Damas, mengungkapkan membandingkan nabi dengan manusia tidaklah tepat.

Hal itu disampaikan Taufiq Damas dalam program Apa Kabar Indonesia Pagi TV One yang diunggah di Youtube Talk Show tvOne, Sabtu (16/11/2019).

"Saya juga secara pribadi menyayangkan pidato itu, karena membandingkan antara nabi dengan masusia siapapun itu tidak apple to apple, keliru," ucapnya.

Ia menyebut hal itu merupakan analogi yang keliru.

Taufiq mengungkapkan, Soekarno bisa dibandingkan dengan tokoh lain di Indonesia.

"Kalau mau membandingkan pak Karno itu boleh dibandingkan dengan tokoh-tokoh lain di Indonesia dalam memperjuangkan kemerdekaan," ucapnya.

Taufiq juga menegaskan hal tersebut tidak benar.

"Jauh amat dibandingkan dengan nabi, ya jelas jauh lah. Tidak benar yang seperti itu," tegasnya.

Ia juga mengungkapkan tidak mengetahui motif Sukmawati.

"Saya tidak tahu motif Ibu Sukma, saya justru melihat orang-orang yang agak aneh dalam pikiran keagamaan yang sering membanding-bandingkan itu," ujarnya.

Ia menyebut tidak tepat ketika membandingkan dua hal yang berbeda ranah.

"Dalam rangka cuci otak, kadang-kadang orang diajak berpikir, kamu lebih taat dengan undang-undang atau Al Quran, kok sekarang malah yang melakukan itu Ibu Sukma, itu aneh," ucapnya.

Telah Dilaporkan

Diberitakan sebelumnya, Sukmawati dilaporkan ke Bareskrim Polri oleh organisasi masyarakat Forum Pemuda Islam Bima, Sabtu (16/11/2019).

Laporan terhadap Sukmawati itu dilayangkan atas nama Imron Abidin yang mewakili Forum Pemuda Islam Bima.

Melansir Kompas.com, kuasa hukum pelapor Dedi Junaedi mengatakan, Sukmawati dilaporkan karena pernyataannya di salah satu forum diskusi.

Ketua Umum PNI Marhaenisme, Sukmawati Soekarnoputri. (Tribunnews.com)

"Ibu Sukmawati kan sedang mengadakan forum diskusi masalah radikalisme dan terorisme. Nah, ini beliau menyampaikan beberapa poin yang menurut kami perbuatan penistaan terhadap agama Islam," ujar Dedi.

Pihaknya mengaku keberatan dengan pernyataan Sukmawati.

"Kami ini keberatan terhadap pernyataan Ibu Sukma dalam diskusi tertanggal 11 November 2019 itu yang beredar lewat video di Youtube" lanjut dia.

Pernyataan Sukmawati yang dilaporkan, yakni ketika Sukmawati membandingkan kitab suci Alquran dengan Pancasila.

Selain itu, Sukmawati juga membandingkan Nabi Muhammad SAW dengan Soekarno.

Dedi menyebut, pernyataan Sukmawati itu diduga telah melanggar pasal 156 a Jo pasal 28 ayat (2) terkait penodaan agama.

Berikut penggalan pernyataan Sukmawati:

"Di dalam perjuangan membangun bangsa dan negara bangsa Indonesia ini. Saya dari kecil umur 6 tahun, saya menjadi saksi hidup di umur 6 tahun, saya menyinggung soal terorisme. Saksi hidup mulainya adanya terorisme.

Bung Karno (saat itu) diundang satu sekolah oleh perguruan Cikini untuk membuka bazar. Bazar sudah siap sedia untuk menyambut presiden datang. Presiden itu turun dari mobil, anak-anak sekolah, guru dan lain sebagainya begitu turun (ada ledakan). Mereka itu islam sempit pikiran yang hanya melihat paling mulia adalah yang mulia nabi Muhammad dan hanya boleh Alquran dan hadis. Lain pengetahuan, lain ilmu atau apa itu kafir, toghut.

Jadi mereka itu dalam tulisannya bendera atau bendara dibawah bendera revolusi. Kalau mereka itu mereka yang Islam sempit pikiran, yang kelompoknya bung Karno menyebutnya takfiri, mereka itu royal atau mengumbar-ngumbar selalu ngomongnya kafar kafir kafar kafir.

Omongan saya ini pro tulisannya menkopolhukam yang baru, pak mahfud. Tapi sama juga omongannya kafar kafir kafar kafir. Apa-apaan sih ini. Jadi pada zaman Bung Karno, kelompok sempit pikiran itu sudah ada, sampai saya nenek-nenek masih ada.

Jadi oh ini loh yang dimaksud pemimpin saya atau bapak saya ya bung Karno, kelompok sempit pikiran yang suka royal dengan kata-kata kafar kafir kafar kafir. (Bedanya) dulu bukan bom tapi dulu granat tapi mereka modus operandinya suka sama bom.

Kalau untuk merekrut yang namanya hijrah kek atau calon radikalis, katanya infonya, itu ditanya mana lebih bagus Pancasila sama Alquran. Sekarang saya mau tanya, yang berjuang di abad 20 itu nabi yang mulia Muhammad atau insinyur Soekarno? untuk kemerdekaan Indonesia. Saya mau tanya, jangan perempuan, kan kaum radikalisme kebanyakan laki-laki ya.

Ketika itu salah mahasiswa UIN, Jakarta bernama Maulana berusaha menjawab.

"Memang benar pada saat awal abad ke-20 itu yang berjuang adalah insinyur Soekarno.," kata Maulana

Belum sempat melanjutkan, Sukmawati langsung memberhentikan pernyataan mahasiswa tersebut.

"Oke, setop. Hanya itu yang Ibu mau tanya," potongnya.

Sukmawati kemudian meminta audiens lain untuk menjawab pertanyaan tersebut. Ia pun meminta salah satu mahasiswa asal Papua. Mahasiswa terbut malah menjawab 'Soeharto' dan seluruh audiens yang hadir pun tertawa.

Ia pun kemudian melanjutkan kalimat penutupnya.

Memangnya kita tidak boleh menghargai, menghormati, orang-orang mulia di awal-awal atau di abad modern. apakah yang selalu menjadi suri tauladan itu hanya nabi-nabi?

Ya oke nabi-nabi, tapi perjalanan sejarah seperti revolusi industri, apakah kita tidak boleh menghargai seperti Thomas Jefferson, Thomas Alfaedison. Orang orang mulia untuk kesejahteraan manusia. hitung saya pikir-pikir Anda tidak benar kalau untuk tidak menghargai dan menghormati mereka-mereka yang berbudi mulia."

(TRIBUNNEWS.COM/Wahyu Gilang Putranto) (Kompas.com/Dian Erika Nugraheny)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini