Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rizal Bomantama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menkopolhukam Mahfud MD mendapatkan tugas penting dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menyelesaikan pelanggaran HAM masa lalu.
Saat berbincang khusus bersama Tribunnews.com di kantor Kemenkopolhukam, Jakarta Pusat, Selasa (19/11/2019) Mahfud mengatakan ada dua kasus yang akan diprioritaskan.
Baca: Mahfud MD: Yang Ribut soal Omnibus Law Biasanya yang Tak Paham Substansi
“Yang pertama adalah peristiwa 1965 dan yang kedua adalah peristiwa Semanggi. Lainnya sudah selesai seperti Aceh, di Talangsari bahkan korban sudah menerima santunan, dan penembak misterius atau petrus,” ucap Mahfud MD.
Kedua kasus itu menurut Mahfud MD akan diselesaikan dengan tiga metode.
Yang pertama dengan pendekatan komisi kebenaran dan rekonsiliasi atau KKR, menuntaskan melalui jalur pengadilan untuk kasus yang sedang diproses di jalur hukum, dan ketiga adalah pendekatan dengan kombinasi jalur non-yudisial dan yudisial.
Ketiga jalur itu menurut Mahfud MD merupakan hasil diskusinya dengan pihak Kejaksaan Agung.
“Kemarin saya sudah diskusi dengan jampidsus (jaksa agung muda tindak pidana khusus) dan beliau menyatakan keberadaan kkr memang dibutuhkan. Kita akan tetap lakukan pendekatan humanis seperti ajak diskusi korban peristiwa Semanggi tapi juga melalui jalur pengadilan bagi kasus yang masih dalam penyidikan dan baru-baru ini terjadi yang menunjukkan bahwa pemerintah tak main-main,” tegasnya.
Menurut mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu, ketiga jalur tersebut perlu diambil untuk menyelesaikan kasus HAM masa lalu agar bangsa Indonesia bisa fokus menatap masa depan dan tidak kehabisan energi membahas hal yang sama dari tahun ke tahun.
Baca: Curhat Kuli Bangunan Nunggak Pajak Rolls Royce: Seumur Hidup Saya Belum Pernah Lihat Mobil Itu
“Untuk peristiwa 1965 akan kami coba selesaikan dengan kkr supaya tak ada perbedaan ideologis dan mereka mendapatkan hak politik, hak ekonomi, dan hak lainnya sama dengan warga negara lainnya. Jangan sampai ada diskriminasi akibat dari pilihan politik orang tua mereka,” katanya.
“Tapi ideologi selain Pancasila tetap dilarang, kita tak ada kompromi dengan itu. Rekonsiliasinya nanti deklarasi, lalu sudah begitu saja,” ucap Mahfud MD.