Sehingga, dirinya mengharapkan pemerintah bisa membuat UU yang mengatur pelaksanaan keduanya.
"Harusnya pemerintah dari awal sudah membuat Undang-Undang yang mengatur tentang haji dan umrah, tapi sampai 2019 undang-undangnya hanya mengatur tentang haji, tidak mengurus umrah," jelasnya.
"Umrah hanya dengan Peraturan Menteri saja, dan itu salah satunya nomer 569 misalnya," lanjut dia.
Sementara itu, saat ini para korban First Travel diperkirakan tidak akan menerima kembali uang yang mereka setor kepada First Travel.
Kejaksaan Negeri Depok menyatakan, uang hasil lelang dari barang sitaan kasus tersebut akan diserahkan kepada negara.
Seorang korban bernama Qomar mengaku dirugikan oleh First Travel hingga Rp 420 juta.
Terdapat 26 anggota keluarganya yang terdaftar sebagai jemaah First Travel.
"Secara pribadi sebagai korban, saya 26 orang, sekitar Rp 400 juta sekian (kerugian), kalau untuk aset First Travel yang kemarin sudah inkrah (berkekuatan hukum tetap) yang dirampas oleh negara, secara pribadi saya tidak ikhlas," katanya, dilansir tayangan YouTube KOMPASTV, Minggu (17/11/2019).
Meskipun merasa tidak ikhlas jika kerugian uangnya tidak dikembalikan kepada dirinya, Qomar mengaku tak akan melakukan upaya banding.
Qomar berharap ada bantuan dari pemerintah yang membantu dan meringankan para korban.
"Untuk berikutnya, kita tidak akan melakukan upaya hukum lagi, kita hanya berharap pemerintah hadir disitu," ujarnya.
Kejaksaan Negeri Depok segera melelang barang bukti bernilai ekonomis penipuan umrah First Travel.
Hal tersebut dilakukan setelah putusan atas kasus ini berkekuatan hukum tetap.
Namun semua hasil lelangan itu nantinya akan disita negara dan tidak dikembalikan kepada korban.