News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Staf Khusus Presiden

Profil Staf Khusus Presiden Ayu Kartika Dewi: Gaungkan Toleransi, Suarakan 'Jangan Sakiti Anjing'

Penulis: garudea prabawati
Editor: Sri Juliati
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Pejuang toleransi, dan keberagaman, Ayu Kartika Dewi telah ditunjuk menjadi staf khusus Presiden Joko Widodo (Jokowi).

TRIBUNNEWS.COM - Pejuang toleransi, dan keberagaman, Ayu Kartika Dewi telah ditunjuk menjadi staf khusus Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Lulusan pascasarjana Duke University, Amerika Serikat ini kerap kali membagikan kesibukannya melalui akun Instagram pribadinya.

Dirinya tampak aktif dalam berbagai kegiatan dan memiliki semangat dan komitmen tinggi dalam menggelorakan nilai toleransi dan keberagaman di penjuru Nusantara.

Presiden Joko Widodo mengenalkan tujuh orang sebagai Staf Khusus Presiden untuk membantunya dalam pemerintahan pada sebuah acara perkenalan yang berlangsung dengan santai di veranda Istana Merdeka, Jakarta Pusat, Kamis (21/11/2019) sore. Ketujuh staf khusus baru yang diperkenalkan Presiden Jokowi merupakan anak-anak muda berusia antara 23-36 tahun atau generasi milenial. Adapun ketujuh staf khusus baru yang diumumkan oleh Presiden Jokowi yaitu (kiri ke kanan) Andi Taufan Garuda Putra, Ayu Kartika Dewi, Adamas Belva Syah Devara, Gracia Billy Mambrasar, Putri Indahsari Tanjung, Angkie Yudistia, dan Aminuddin Maruf. (Tribunnews/HO/Biro Pers Sekretariat Presiden/Kris)

Satu di antaranya tampak dalam unggahannya di Instagram pribadinya @ayukartikadewi.

Dirinya memaparkan soal makna toleransi serta kaum minoritas.

"Pernah menjadi minoritas itu ngefek banget dalam cara kita melihat toleransi, karena kita jadi tahu bahwa oh jadi minoritas itu susah ya," ujarnya.

Pihaknya menyebut ketika ketika seseorang menjadi kaum mayoritas, seharusnya bisa melindungi kaum yang minoritas.

Pada 2010, Ayu mendapatkan tugas untuk mengajar di sebuah SD yang berada di Desa Papaloang, Halmahera Selatan, Maluku Utara.

Kehadiran Ayu di Desa Papaloang ternyata membawanya bersentuhan dengan bayang-bayang permasalahan sosial yang terjadi di lingkungan setempat.

Satu anak didiknya masih mengalami traumatik dengan kerusuhan antar-dua kelompok agama yang terjadi di Ambon pada 1999.

Padahal, saat Ayu melawat ke Maluku, keadaan sudah damai dan dua kelompok yang terlibat konflik sudah berikrar damai.

Namun, ketakutan akan akan bayang-bayang masa kelam itu justru masih membuntuti anak didiknya.

Adegan akan ketakutan muridnya ini justru menjadi pelecut.

Ia menyadari, keberagaman di Indonesia merupakan kekayaan tersendiri.

Halaman
123
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini