TRIBUNNEWS.COM - Direktur Eksekutif Indonesian Resources Studies, Marwan Batubara mengatakan seharusnya sebelum pengangkatan Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok menjadi petinggi BUMN, harus dilakukan fit and proper test atau uji kelayakan dan kepatutan.
Hal tersebut dikatakan Marwan Batubara dalam video yang diunggah di kanal YouTube tvOneNews, Kamis (21/11/2019).
Marwan Batubara menjelaskan untuk menjadi direksi maupun komisaris terdapat persyaratannya.
Dalam Undang-Undang BUMN Nomor 19 Tahun 2003 dijelaskan pasal 16 merupakan persyaratan untuk menjadi direksi.
Sedangkan untuk menjadi komisaris terdapat pada pasal 28.
Meski demikian, kedua pasal tersebut mempunyai isi yang hampir sama.
Kedua pasal tersebut menyebutkan mengenai beberapa poin, di antaranya integritas, berkelakukan baik, rekam jejak, dan sebagainya.
Sehingga menurut Marwan Batubara untuk menunjuk Ahok menjadi petinggi BUMN juga harus patuh terhadap undang-undang.
"Bicara soal jadi direksi atau jadi komisaris itu kualifikasinya, persayaratannya ada di pasal 16 untuk direksi dan pasal 28 untuk komisaris dan itu hampir sama saja isinya," jelas Marwan Batubara.
"Disebutkan tentang integritas, tentang kelakukan baik, tentang track record, dan sebagainya."
"Artinya kita tidak cukup hanya mendasarkan keputusan terhadap proses pengadilan. Tapi yang juga penting adalah patuh terhadap undang-undang."
Marwan Batubara berpendapat sebelum pengangkatan Ahok, seharusnya Kementerian BUMN melakukan uji kelayakan dan kepatutan terhadap Ahok dan calon lain.
Apakah sesuai dengan persyaratan yang diatur dalam undang-undang.
Menurut Marwan Batubara antara persyaratan dan calon petinggi disesuaikan apakah cocok atau tidak.
"Sebelum mengangkat pak Ahok, Kementerian BUMN harus memproses melakukan fit and proper test terhadap Ahok dan calon-calon lain sesuai dengan kualifikasi yang disebutkan dalam pasal 16 kalau mau jadi direksi, pasal 28 kalau ingin menjadi komisaris," terang Marwan Batubara.
"Tinggal di match kan saja. Kalau bicara keahlian, mampu ga. Oh ga punya latar belakang migas, sementara ini sektor strategis, yaudah ga masuk."
"Oh kelakuannya bermasalah, mbentak-mbentak orang dan sebagainya, itukan sudah terkenal itu."
Kemudian, Marwan Batubara menyangkutpautkan dengan kasus Ahok ketika menjadi Gubernur DKI Jakarta.
Yaitu permasalahan pembelian Rumah Sakit Sumber Waras.
Ia menambahkan, jika yang mengadili merupakan KPK yang menurut Marwan Batubara merupakan lembaga yang melindungi Ahok, maka alasan keputusan bisa saja dimanipulasi menjadi tidak ada kasus.
Menurut Marwan Batubara, menyatakan alasan tidak bersalah merupakan keputusan yang salah.
Karena Marwan Batubara berpendapat KPK membuat keputusan tersebut berdasarkan Ahok tidak mempunyai niat jahat ketika melakukan tindakan itu.
"Nah itu bicara soal undang-undang BUMN. Kalau bicara soal hukum dan keadilan, kalau yang mengadili itu seperti KPK. Lembaga yang memang ingin melidungi Ahok maka alasan keputusan pengadilan itu bisa saja dibuat," kata Marwan Batubara.
"Oh dia tidak ada kasus kok. Tapi menyatakan alasan dia tidak bersalah itu sangat bermasalah."
"Bagaimana keputusan yang namanya lembaga tinggi seperti KPK itu, mendasarkannya kepada Ahok tidak punya niat jahat melakukan itu semua."
Sementara menurut penjelasan Marwan Batubara dalam laporan BPK dinyatakan terdapat kerugian negara dan terdapat pelanggaran hukum dan peraturan. (*)
(Tribunnews.com/Febia Rosada Fitrianum)