TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) Rolas Sitinjak mengkritisi kasus First Travel.
Menurutnya, putusan kasasi Mahkamah Agung (MA) yang menyita aset First Travel untuk negara tak memberikan kepastian perlindungan konsumen.
Rolas mengungkapkan, putusan kasasi Mahkamah Agung (MA) Nomor 3096 K/Pid.Sus/2018 yang dilansir di situs MA pada Jumat pekan lalu memutuskan menyerahkan seluruh aset First Travel kepada negara.
Hal ini baginya bertentangan dengan UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
"Seharusnya negara hadir melindungi konsumen memberikan rasa keadilan," sebutnya di Jakarta, Sabtu (23/11/2019).
Terlebih, lanjutnya, ada Surat Keputusan Menteri Agama Nomor 589 Tahun 2017 yang menyebutkan agar uang jemaah harus dikembalikan seluruhnya atau diberangkatkan.
Dia mengatakan, sebelum kasus First Travel bergulir, BPKN sudah mewanti-wanti soal perlindungan jemaah umrah
"BPKN sudah melakukan rekomendasi kepada menteri agama pada 2016 tentang pelaksanaan perlindungan jemaah umrah," tutur advokat ini.
Lelaki yang sedang menyelesaikan gelar doktor bidang hukum terkait perlindungan konsumen dari Universitas Trisakti Jakarta ini pun meminta pemerintah tidak bisa menutup mata dari masukan masyarakat yang bersifat masif.
Rolas pun mengapresiasi langkah Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin yang menunda lelang aset First Travel dan mentatakan mengupayakan langkah hukum dalam peninjauan kembali (PK).
"Transparansi kasus travel seharusnya disampaikan kepada publik sebagai bentuk akuntanbilitas," jelasnya.
Tokoh perlindungan konsumen ini pun pemerintah atas nama negara bisa memberikan rasa keadilan, rasa aman dan nyaman, sekaligus dilindungi secara hukum kepada konsumen calon jemaah agar hak-hak hukumnya terpenuhi.
"Harapan BPKN agar memilihkan hak konsumen melalui pemgembalian uang jemaah yang gagal berangkat atau mencarikan solusi agar jemaah diberangkatkan," serunya.
Rolas bercerita, ada dua kasus meledak tahun 2017. Selain penipuan yang dilakukan PT First Anugerah Karya Wisata (First Travel). Ada pula PT Amanah Bersama Ummat (Abu Tours. Atas kedua kasus besar ini, pemerintah lalu aktif mengupayakan perlindungan konsumen.
Alhasil, pada 7 Mei 2018 lahir perjanjian bersama antara BPKN, Kapolri, Kementerian Perdagangan, Kementerian Luar Negeri, dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) tentang Pembentukan Satgas Pencegahan, Pengawasan, dan Penanganan Permasalahan Ibadah Umrah.
"Karena itu, implementasi perlu dibuktikan dalam kasus First Travel ini," tukasnya.
Diberitakan, First Travel terbukti melakukan penipuan perjalanan umrah dan tindak pidana pencucian uang dari uang setoran calon jemaah umrah yang mencapai mencapai Rp 905 miliar yang terbukti mendatangkan kerugian bagi sebanyak 63.310 orang calon jemaah.
"Korban jemaah ini perlu diperhatikan, apalagi kebanyakan adalah masyarakat kecil yang menyisihkan uangnya dari hasil tabungan selama bertahun-tahun," katanya.