TRIBUNNEWS.COM - Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto mengatakan partainya tidak sependapat mengenai wacana penambahan masa jabatan presiden.
Hal tersebut diungkapkan Hasto Kristiyanto dalam video yang diunggah kanal YouTube Kompas TV, Sabtu (23/11/2019).
Baru genap satu bulan pemerintahan Kabinet Indonesia Maju, terdapat wacana masa jabatan presiden akan ditambah menjadi 15 tahun.
Pasangan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Maruf Amin telah dilantik, Minggu (20/10/2019) lalu.
Menurut wacana yang beredar, perpanjangan masa jabatan presiden akan dilakukan melalui amandemen terbatas Undang Undang Dasar 1945.
Hasto Kristiyanto mengatakan, amandemen terbatas hanya menyangkut haluan negara.
Menurut Hasto Kristiyanto, masyarakat Indonesia membutuhkan arahan untuk menjadi rakyat yang adil dan makmur sehingga dirinya tidak setuju mengenai wacana tersebut.
Hasto Kristiyanto tetap menyetujui masa jabatan presiden sesuai dengan yang berlaku hingga saat ini, yakni dua periode.
"Sikap PDI Perjuangan adalah amandemen terbatas hanya terkait haluan negara," jelas Hasto Kristiyanto.
"Mengingat bangsa ini memerlukan direction untuk menuju kepada apa yang kita mimpikan sebagai masyarakat adil dan makmur. Kami tidak sependapat karena semangat reformasi dalam membatasai masa jabatan presiden sebanyak dua periode," tegasnya.
Hal yang sama juga diungkapkan oleh Juru Bicara PKS, Muhammad Kholid.
Menurutnya, semangat reformasi bangsa Indonesia dilakukan dengan membatasi kekuasaan pemerintah sehingga hal tersebut yang harus dijaga.
Kholid mengatakan PKS akan tetap menjaga semangat reformasi dan mendukung adanya demokrasi.
Ia berharap presiden dan wakilnya jangan sampai bisa dipilih terus-menerus mungkin hingga seumur hidup.
"Wah jangan sampai diperpanjang gitu lho. Justru spirit reformasi adalah kita membatasi kekuasaan itu dua periode dan itu adalah semangat yang harus kita tetap jaga," terang Kholid.
"Jadi PKS firm kita akan menjaga semangat reformasi, pro dengan demokrasi. Jangan sampai bisa dipilih lagi, dipilih lagi bahkan sampai seumur hidup. Wah itu bahaya," tambahnya.
Meski demikian, Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Arsul Sani tidak melarang adanya wacana penambahan masa jabatan presiden dan wakil presiden.
Menurut Arsul Sani, Indonesia merupakan negara demokrasi yang memperbolehkan penyampaian pendapat.
Contohnya seperti wacana tersebut yang kini sudah beredar di mana-mana.
Asrul Sani menuturkan untuk membiarkan pendapat ini berkembang di ruang publik.
"Karena ini negara demokrasi, ya kan tentu boleh-boleh saja orang kemudian menyampaikan diskursus, pendapat. Misalnya masa jabatan presiden itu kalau sekarang dua kali dianggep belum cukup mudah-mudahan bisa diperpanjang jadi tiga kali ya kan itu tidak ada yang melarang. Sama dengan pendapat yang lain sebaiknya masa jabatan presiden itu dibatasi satu kali masa jabatan saja tetapi delapan tahun. Itu kan juga sah sah saja. Biarkan diskursus-diskursus ini berkembang di ruang publik," ujar Arsul.
Arsul Sani mengatakan pihak internal MPR belum membahas sama sekali terkait wacana tersebut.
(Tribunnews.com/Febia Rosada Fitrianum)