News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Korupsi Alat Kesehatan

Tubagus Chaeri Wardana Kirim Surat ke KPK Minta Kejelasan Soal Aset Bermasalah

Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Adi Suhendi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Terdakwa Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan menjalani sidang perdana dengan agenda pembacaan dakwaan atas kasus korupsi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Kamis (31/10/2019). Sidang tersebut beragendakan dakwaan bagi Tubagus Chaeri Wardana pada kasus korupsi pengadaan alat kesehatan kedokteran umum Puskesmas Kota Tangerang Selatan tahun 2012 dan pengadaan sarana dan prasarana kesehatan di lingkungan Pemprov Banten tahun 2011-2013 dan tindak pidana pencuciann uang (TPPU) dari tahun 2006-2013. Tribunnews/Irwan Rismawan

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Bos PT Balipacific Pragama, Tubagus Chaeri Wardana (Wawan), melalui tim penasihat hukum mengirimkan surat kepada pihak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Surat yang ditujukan kepada KPK tersebut terkait dengan dua aset yang dipersoalkan.

Dua aset tersebut berada di Tangerang Selatan dan Perth, Australia.

"Di Tangerang Selatan itu ada masalah tagihan. Di Perth, Australia Barat, rumah itu tidak terawat. Ada teguran. Sementara rumah dari aset disita. Itu laporan dari pihak wilayah, ada surat yang ditujukan kepada KPK," kata kuasa hukum Wawan, Maqdir Ismail, dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (28/11/2019) malam.

Baca: Jaksa Minta Hakim Tolak Eksepsi Tubagus Chaeri Wardana

Untuk itu, dia meminta, agar KPK memberikan penjelasan soal keberadaan rumah tersebut.

"Kami ingin ada kejelasan, yang menanggung beban aset terdakwa adalah terdakwa. Ada biaya-biaya semua itu," ujarnya.

Setelah mendengarkan keluhan Wawan, majelis hakim yang diketuai Hakim Ni Made Sudani meminta KPK melalui penuntut umum untuk menyikapi.

"Sudah disurati ke KPK, nanti itu disikapi sama KPK," ujar hakim Ni Made Sudani.

Baca: Gara-gara Turis Tak Bertanggung Jawab, Penyewa Airbnb ini Rugi Rp 470 juta.

Ditemui setelah persidangan, Wawan, membenarkan ada aset miliknya yang bermasalah.

Selain itu, dia mengungkapkan harus menanggung denda keterlambatan cicilan mobil.

"Itu makanya saya sampaikan ke KPK, ini bagaimana solusinya," katanya.

Jaksa Minta Hakim Tolak Eksepsi Tubagus Chaeri Wardana

Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta majelis hakim menolak nota keberatan atau eksepsi yang diajukan terdakwa kasus tindak pidana pencucian uang, Tubagus Chaeri Wardana (Wawan).

"Meminta majelis hakim menolak nota keberatan Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan," kata Muhammad Asri Irwan, JPU pada KPK, saat membacakan tanggapan JPU di ruang sidang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (28/11/2019).

Selain itu, dia meminta agar majelis hakim menyatakan surat dakwaan nomor 97/TUT.01.04/24/2019 tanggal 31 Oktober 2019 telah memenuhi syarat formil dan materiil.

Baca: Bacakan Eksepsi, Penasihat Hukum Wawan Sebut Dakwaan Jaksa Hasil Copy Paste

Hal ini sebagaimana ditentukan di Pasal 143 ayat 2 huruf a dan huruf b Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana dan secara hukum sah untuk jadikan dasar memeriksa dan mengadili pidana atas nama terdakwa Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan.

"Menyatakan sidang pemeriksaan saksi perkara tindak pidana korupsi nomor 99 pidsus tpk 2019 PN Jakarta Pusat dengan terdakwa Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan dilanjutkan berdasarkan surat dakwaan penuntut umum, Jakarta 28 November 2019 penuntut umum pada KPK," kata dia.

Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada KPK mendakwa Komisaris Utama PT Balipasific Pragama (BPP) Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan melakukan pencucian uang dengan nilai sekitar Rp 579,776 miliar.

Baca: Sosok Artis FNJ yang Temani Wawan ‘Cek-In’ di Hotel, Berusia 19 Tahun dan Bintangi Sinetron Striping

JPU pada KPK membacakan dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu (31/10/2019).

Untuk tindak pidana pencucian uang (TPPU), JPU pada KPK membagi menjadi dua dakwaan.

Dakwaan pertama, yaitu periode 2010-2019. Pada periode ini, uang yang diduga disamarkan mencapai Rp479.045.244.180 dalam mata uang rupiah dan mata uang asing.

Pada dakwaan kedua, Wawan disebut melakukan pencucian uang dalam kurun waktu 2005-2010. Pada periode ini, uang yang diduga disamarkan mencapai  Rp 100.731.456.119.

Dakwaan jaksa disebut hasil copy paste

TB Sukatma, penasihat hukum terdakwa kasus dugaan tindak pidana pencucian uang, Tubagus Chaeri Wardana (Wawan), menilai Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada KPK tidak cermat menyusun surat dakwaan.

Menurut dia, JPU pada KPK tidak cermat menguraikan keuntungan yang didapat Wawan dan tak cermat menguraikan sangkaan tindak pidana dengan harta benda yang disita, khususnya untuk tahun 2005-2012.

"Dakwaan a quo tak cermat menguraikan dan menunjukkan keuntungan didapat terdakwa dari hasil tindak pidana, karena tidak pernah disebut dengan jelas dan cermat apa yang menjadi sumber dari apa yang disebut penuntut umum sebagai “keuntungan tidak sah”" kata TB Sukatma, saat membacakan eksepsi atau nota keberatan terhadap surat dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (14/11/2019).

Baca: Respons Erick Thohir Sikapi Kabar Ditangkapnya Seorang Pejabat BUMN Oleh Densus 88

Dia menjelaskan, dakwaan jaksa tidak secara jelas menjelaskan antara keuntungan yang didapat kliennya dengan tindak pidana yang didakwakan selama tahun 2005-2012.

Selain itu, disebutkan, terdakwa mendapat keuntungan dari 10 paket pengadaan alat kesehatan rumah sakit rujukan pemerintah Provinsi Banten pada Dinas Kesehatan Provinsi Banten APBD TA 2012 sekitar Rp 39.470.124.426 dan 4 paket pengadaan alat kesehatan rumah sakit rujukan pemerintah Provinsi Banten pada Dinas Kesehatan Provinsi Banten APBD-P TA 2012 Rp 10.613.349.510.

Baca: KPK Belum Jerat Tersangka Baru Sejak Berlakunya UU KPK Hasil Revisi

Kemudian, terdakwa Wawan disebutkan mendapatkan proyek pengadaan alat kesehatan pada dinas kesehatan kota Tangerang Selatan dengan mendapatkan keuntungan sekitar Rp 7.941.630.033

"Maka dakwaan telah disusun secara tidak cermat. Sehingga, kata dia, dakwaan tidak memenuhi ketentuan Pasal 143 ayat (2) huruf b KUHAP. Maka dakwaan batal demi hukum," ujarnya.

Dalam eksepsi, kuasa hukum juga menyebutkan uraian perbuatan di dakwaan Kedua-Pertama dan Kedua-Kedua sama atau copy paste dengan uraian dakwaan ketiga.

Padahal, kata dia, dakwaan bersifat kumulatif.

Baca: Anak Menkumham Yasonna Laoly Dua Kali Mangkir Dari Panggilan KPK

Dakwaan jaksa juga disebut tidak jelas menguraikan kejadian atas fakta kejadian suatu perbuatan materiil apa yang dilakukan oleh terdakwa.

Kemudian, dakwaan jaksa KPK juga disebut tidak lengkap karena tidak memuat semua unsur (elemen) tindak pidana yang didakwaan.

"Bahwa tidak jelasnya uraian fakta kejadian atas suatu perbuatan materiil apa yang dilakukan terdakwa sebagaimana dirumuskan di dakwaan a quo menunjukkan dakwaan a quo telah disusun secara tidak jelas, oleh karena itu Dakwaan a quo tidak memenuhi ketentuan Pasal 143 ayat (2) huruf b KUHAP, dan karenanya dakwaan batal demi hukum," tutur jaksa.

Dalam persidangan, tim penasihat hukum Wawan juga menyebut jika Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tidak berwenang mengadili perkara a quo.

Dia menegaskan yang berwenang untuk memeriksa dan mengadili perkara ini adalah Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Serang.

"Mengingat sebagian besar saksi bertempat tinggal di daerah hukum Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Serang," katanya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini