Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wacana mengembalikan pemilihan presiden secara tidak langsung melalui pemilihan oleh MPR adalah langkah mundur bagi demokrasi Indonesia.
Demikian disampaikan Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini kepada Tribunnews.com, Minggu (1/12/2019).
"Pemilihan tidak langsung melalui MPR jelas merupakan distrorsi atas kedaulatan rakyat itu sendiri," tegas Titi Anggraini.
Lebih dari sebuah kemunduran, rencana mengembalikan pemilihan presiden ke MPR dalam rangka memperbaiki dan mengevaluasi pemilihan presiden menunjukkan elit politik gagal memahami persoalan pemilu dan demokratisasi di Indonesia.
Menurut dia, mengusulkan pemilihan presiden kembali ke MPR artinya membawa Indonesia ke masa kelam 21 tahun yang lalu.
"Masa dimana ratusan bahkan ribuan orang bertaruh nyawa untuk mendorong reformasi, yang salah satunya adalah lahirnya demokratisasi di Indonesia yang implementasinya antara lain kedaulatan berada di tangan rakyat dan direalisasikan melalui pemilihan presiden secara langsung," jelasnya.
Lebih jauh ia menjelaskan pula beberapa penekanan penting, kenapa pemilihan presiden oleh MPR adalah langkah mundur dan merusak proses demokratisasi di Indonesia.
Pertama, dalam konsepsi sistem pemerintahan presidensil yang dianut Indonesia, sangatlah bertentangan, jika presiden dipilih oleh organ kekuasaan legislatif (MPR).
Sebab, dalam konsep sistem pemerintahan presidensil, presiden dipilih oleh rakyat, karena mandatnya adalah mandat langsung dari rakyat sebagai pemegang kedaulatan.
"Presiden tidak boleh menjadi subordinasi dari kekuasaan legislatif dalam hal apapun, termasuk di dalam pemilihannya, karena presiden adalah pemegang kekuasaan tertinggi di negara," ujarnya.
Kedua, jika alasan pemilihan presiden oleh MPR untuk menghemat biaya politik dan mengatasi keterbelahan di tengah-tengah masyarakat. Maka elit politik telah gagal memahami persoalan biaya politik tinggi dan penyebab keterbelahan di masyarakat.
Ia juga menegaskan, biaya politik yang tinggi tidak bisa serta merta disimpulkan sebagai akibat dari pemilihan langsung.
Haruslah dijawab terlebih dahulu, dengan data yang sangat valid, untuk pos apakah pengeluaran uang peserta pemilu paling besar.