TRIBUNNEWS.COM - Isu penambahan masa jabatan Presiden ramai bergulir dan menyedot banyak komentar dari beberapa tokoh.
Termasuk budayawan Sujiwo Tejo yang memberi tanggapan terkait wacana penambahan masa jabatan Presiden menjadi tiga periode.
Dalam cuitan Twitternya @sudjiwotedjo, ia mengatakan agar tidak terombang-ambing dengan pro dan kontra.
"Soal wacana penambahan periode kepresidenan, jangan terombang-ambing dengan omongan pro dan kontra, bila yang ngomong adalah politisi. Politisi bisa ngomong kontra padahal sejatinya pro dan sebaliknya. Mending kita yg bukan politisi ini ketawa2 saja dan mengerjakan bidang masing-masing," tulis @sudjiwotedjo.
Cuitan budayawan tersebut mendapat beberapa tanggapan dari Ida Pandita Mpu Jaya Prema Ananda melalui Twitternya @mpujayaprema, seorang wartawan dan sastrawan.
"Nasehat paling bijak jelang ahir tahun...," tulis @mpujayaprema.
Baca: Jokowi Ajak Anggota Kowani Berperan Ciptakan SDM Unggul
Baca: Nilai Tugas BPIP Sangat Berat, Megawati Ingatkan Jokowi untuk Cari Pengganti Mahfud MD
Tanggapan Presiden Jokowi Terkait Penambahan Masa Jabatan Presiden
Presiden Joko Widodo menegaskan tak setuju dengan usul masa jabatan presiden diperpanjang menjadi tiga periode.
Diberitakan Tribunnews sebelumnya, Jokowi pun merasa curiga pihak yang mengusulkan wacana itu justru ingin menjerumuskannya.
"Kalau ada yang usulkan itu, ada tiga (motif) menurut saya, ingin menampar muka saya, ingin cari muka,atau ingin menjerumuskan. Itu saja," kata Jokowi di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (2/12/2019).
Jokowi menegaskan, sejak awal, ia sudah menyampaikan bahwa dirinya adalah produk pemilihan langsung berdasarkan UUD 1945 pasca-reformasi.
Dengan demikian, saat ada wacana untuk mengamendemen UUD 1945, Jokowi sudah menekankan agar tak melebar dari persoalan haluan negara.
"Sekarang kenyataannya begitu kan, (muncul usul) presiden dipilih MPR, presiden tiga periode. Jadi lebih baik enggak usah amendemen. Kita konsentrasi saja ke tekanan eksternal yang tidak mudah diselesaikan," kata dia.
Kritik dari Pakar Hukum Tata Negara
Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun mengatakan tidak setuju penambahan masa jabatan presiden.
"Tapi kalau amandemen dimaksudkan untuk membatasi masa jabatan satu kali saja, agar kemudian presiden dapat berkonsentrasi penuh selama masa jabatan, saya setuju," tegasnya.
Dilansir dari YouTube Kompas TV (22/11/2019), iIa menambahkan opsi lain soal isu penambahan masa jabatan presiden, yakni memperbolehkan lebih dari sati kali periode, namun tidak berturut-turut.
Refly mengatakan isu ini berlebihan, apabila isu ini untuk memunculkan keinginan Presiden Jokowi menduduki kursi pemerintahan satu kali lagi.
"Saya kira wacana itu terlalu berlebihan," katanya.
Kritik dari PDIP
Sebelumnya diberitakan Ketua DPP PDIP Ahmad Basarah menyebut tidak ada urgensinya mengubah konstitusi.
Basarah mengatakan masa jabatan presiden satu periode, atau dua kali periode sudah cukup untuk memastikan pembangunan nasional berjalan dan berkesinambungan.
"Nanti jika sudah ada haluan negara dan haluan nasional kita tidak perlu lagi khawatir ketika ganti presiden," ungkapnya dilihat dari tayangan YouTube Kompas TV, Jumat (22/11/2019).
Ia juga menegaskan tidak perlu khawatir saat pergantian pemimpin akan berganti juga visi dan misi, juga program-program pemerintah.
"Karena, pembangunan nasional dipastikan akan berjalan dan berkelanjutan," ungkapnya.
(Tribunnews.com/Andari Wulan Nugrahani)