TRIBUNNEWS.COM - Keluarga Presiden Joko Widodo (Jokowi), putra sulungnya Gibran Rakabuming Raka dan menantunya Bobby Nasution, akhirnya resmi mendaftarkan diri untuk maju dalam pemilihan kepala daerah (pilkada) 2020.
Gibran Rakabuming Raka telah terlebih dulu mendaftarkan diri menjadi bakal calon Wali Kota Solo, sementara suami Kahiyang Ayu, Bobby Nasution menyusul menjadi bakal calon Wali Kota Medan.
Direktur Eksekutif Indo Barometer M Qodari mengatakan, majunya Gibran dan Bobby tersebut menimbulkan tudingan nepotisme, yang awalnya dimunculkan oleh Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
"Ramainya Gibran dan Bobby ini kan karena ada tudingan nepotisme dari anggota DPR dari PKS," ujar Qodari di Studio Menara Kompas, Rabu (4/12/2019), dikutip dari YouTube Kompas TV.
Namun Qodari menyebut pengertian dari definisi nepotisme adalah memilih seseorang tidak berdasarkan kemampuannya.
"Tergantung definisi nepotisme itu apa, salah satu definisi yang diterima secara umum adalah memilih di luar kemampuannya," katanya.
Baca: Menantu Jokowi, Bobby Nasution Maju Pilkada Medan: Sudah Saya Lengkapi Persyaratannya
Baca: Pengamat Sebut Majunya Gibran dan Bobby Nasution dalam Pilkada 2020 Belum Tentu Lolos
"Sebetulnya nepotisme ini kelihatan kepada jabatan yang ditunjuk," lanjutnya.
Sehingga menurutnya, tidak pas jika menyebut Gibran dan Bobby maju dalam pilkada 2020 adalah nepotisme.
Karena pemilihan kepala daerah dipilih langsung oleh rakyat.
"Sebenarnya sulit untuk mengatakan ini nepotisme untuk jabatan yang sifatnya dipilih," ujarnya.
"Karena di situ prosesnya dimana orang memilih, punya kesempatan memilih," jelas Qodari.
Direktur Eksekutif Indo Barometer ini menyebut, langkah dari Gibran dan Bobby itu memang tidak dilarang dalam Undang-undang.
"Kalau kita kembalikan pada Undang-undang, ya tidak ada halangan bagi anak presiden menjadi calon wali kota," kata Qodari.
"Kecuali ada larangan hitam di atas putih, tentu kita katakan tidak boleh," jelasnya.
M Qodari menyatakan langkah politik dari Gibran dan Bobby itu belum tentu lolos dalam pencalonannya menjadi wali kota.
"Majunya Gibran dan Bobby, saya garis bawahi kemungkinan, karena belum tentu lolos," tambah Qodari.
Ia menjelaskan, saat ini Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) sedang membuka pendaftaran calon kepala daerah tahap kedua.
Pendaftaran tahap kedua tersebut berada di tingkat provinsi dan tingkat pusat.
"Sekarang ini sedang dibuka lagi tahap kedua, dimana pendaftaran di tingkat provinsi maupun di pusat," ujar Qodari.
"Jadi calon wali kota, calon bupati yang kemarin belum sempat mendaftar, dibukakan pintu sekarang," jelasnya.
Ia menduga suami Kahiyang Ayu itu menggunakan momentum pendaftaran tahap kedua itu.
"Dugaan saya, Bobby menggunakan momentum ini," ucap Qodari.
Namun mengenai Gibran, Qodari menyebut kemungkinan ada pengaruh setelah pertemuan Gibran dengan Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri.
"Soal Gibran, mungkin dipengaruhi soal datangnya Gibran ketemu dengan Megawati kemarin," katanya.
Baca: Gibran dan Bobby Maju Pilkada 2020, Pengamat Politik Khawatirkan Timbulnya Konflik Kepentingan
Baca: Peneliti LIPI: Diskriminatif Kalau Menantu atau Anak Presiden Tidak Boleh Ikut Pilkada
"Walaupun kalau bicara pendaftaran, harus lewat jalur resmi," lanjut Qodari.
Bobby Nasution mengembalikan formulir pendaftaran bakal calon Wali Kota Medan ke kantor Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Sumatera Utara.
Tiba di kantor DPD, Bobby Nasution disambut Sekretaris Partai PDI-P Sumatera Utara, Soetarto, dan sejumlah pengurus DPD lainnya.
Suami dari Kahiyang Ayu ini langsung menyerahkan berkas formulir pencalonan dirinya sebagai bakal calon Wali Kota ke PDIP.
Sekretaris PDI-P Sumatera Utara Soetarto membenarkan pencalonan dari Bobby Nasution tersebut.
"Bobby Nasution mengembalikan formulir, untuk menjadi calon Wali Kota Medan," ujar Soetarto, dikutip dari YouTube Kompas TV, Selasa (3/12/2019).
Namun, Soetarto menyatakan meski Bobby merupakan menantu dari orang nomor satu di indonesia, dirinya harus mengikuti mekanisme partai yang sudah ada.
"Kami mengikuti mekanisme partai, sebagaimana yang diatur oleh PDI Perjuangan," jelas Soetarto.
Soetarto menyampaikan, PDI-P akan melakukan survei kepada calon kepala daerah sampai akhir Desember 2019.
"Sesuai dengan mekanisme internal, sekarang ini seluruh calon kepala daerah yang diusung PDI Perjuangan, akan dilakukan survei sampai akhir Desember," ujarnya.
Survei tersebut menurut Soetarto, akan digunakan sebagai pertimbangan penetapan calon kepala daerah pilihan PDI-P.
"Tentu hasil survei akan menjadi pertimbangan bagi DPP partai, untuk menetapkan siapa yang diusung di 23 kabupaten/kota yang mengikuti pilkada serentak 2020," jelasnya.
Sementara itu, Pengamat Politik dari Voxpol Center Research and Consulting, Pangi Syarwi Chaniago, mengatakan, pencalonan Gibran dan Bobby Nasution dalam Pilkada 2020 dikhawatirkan memunculkan konflik kepentingan.
Hal ini itu tak lepas dari sosok Jokowi yang masih menjabat sebagai presiden saat ini.
"Dikhawatirkan terlalu banyak conflic of interest (konflik kepentingan)," kata Pangi saat dihubungi Tribunnews.com, Rabu (4/12/2019).
Pangi mengatakan, pendapat tersebut ia sampaikan menurut penafsiran publik.
Ia menambahkan, penafsiran publik juga akan mengkhawatirkan pencalonan dua anggota keluarga Jokowi itu akan memanfaatkan fasilitas negara.
Selain itu, pencalonan Gibran dan Bobby juga dinilai dapat memunculkan kelompok-kelompok yang sengaja ingin menjerumuskan keluarga Jokowi.
"Kemudian ada kelompok-kelompok yang sengaja menjerumuskan Pak Jokowi dan keluarganya misalnya pada hal-hal nepotisme," jelasnya.
Menurutnya, masuknya Gibran dan Bobby ke kancah politik tidak akan menjadi masalah yang rumit selama Jokowi tidak terkesan mengatur atau bahkan menginterferensi majunya Gibran dan Bobby di Pilkada 2020.
Pasalnya, jika publik menangkap kesan tersebut maka akan menambah keraguan publik untuk dapat memastikan tidak ada konflik kepentingan.
"Tetapi bagaimana kemudian Pak Jokowi untuk tidak terlalu terkesan mengatur, menginterferensi bahkan mendesain atau terkesan seolah-olah memuluskan itu yang agak rumit untuk memastikan tidak terjadi conflic of interest di antara orang-orang yang ingin mencari muka, yang ingin menjerumuskan, atau yang sengaja ingin melihatkan bahwa mereka sudah membantu anak jokowi," jelas Pangi.
(Tribunnews.com/Nuryanti/Widyadewi Metta Adya Irani)