Pangi menjelaskan, terdapat perbedaan tafsir antara publik dan elite.
"Jadi tafsir publik dengan tafsir elite itu berbeda," tegasnya.
Menurut Pangi, tafsir elite akan cenderung mendorong momentum ini untuk dimanfaatkan sebaik mungkin.
"Tafsir elite mungkin mendorong momentum ini dimanfaatkan dengan baik karena ada momentum yang pas," ujarnya.
Sebelumnya, Pangi menyebut politik akan selalu berbicara soal momentum.
"Ketika memang momentum itu pas, siapa bisa mengambil alih momentum dan panggung itu menjadi kesempatan yang besar untuk dipilih," jelas Pangi.
Sementara itu, Pangi mengatakan, bagi tafsir publik, kemungkinan akan lebih banyak yang menilai saat ini bukan waktu yang tepat untuk Gibran dan Bobby mencalonkan diri sebagai wali kota.
"Bagi tafsir publik, mungkin juga mengatakan lebih baik jangan dulu," kata Pangi.
"Setelah nanti Pak Jokowi selesai baru maju gitu," sambungnya.
Menurut Pangi, ketika Gibran dan Bobby terjun ke kancah politik pada saat Jokowi masih menjabat sebagai presiden, muncul kekhawatiran publik akan adanya konflik kepentingan.
"Dikhawatirkan terlalu banyak conflic of interest, atau memanfaatkan fasilitas negara, kemudian ada kelompok-kelompok yang sengaja menjerumuskan Pak Jokowi dan keluarganya misalnya pada hal-hal nepotisme," jelasnya.
Memandang dari tafsir elite, menurut Pangi, sejauh ini pencalonan Gibran dan Bobby memang pada momentum politik yang tepat.
Lebih lanjut, Pangi menyampaikan, hal itu sah-sah saja dalam dunia politik
"Kalau tafsir elite, sepanjang ini memang momentum politik yang pas dan ini memang sah-sah saja," kata Pangi.
"Tidak ada soal politik dinasti ini melanggar hukum, nah itu nggak akan menjadi masalah rumit," lanjutnya.
Menurut Pangi, anak dan menantu Jokowi itu berpeluang besar untuk terpilih dalam Pemilihan Wali Kota 2020.
(Tribunnews.com/Nuryanti/Widyadewi Metta Adya Irani)