TRIBUNNEWS.COM - Kapolri Jenderal Idham Azis menunjuk Irjen Listyo Sigit Prabowo sebagai Kabareskrim baru, Jumat (6/12/2019).
Penjunjukkan Irjen Listyo Sigit Prabowo diharapkan dapat mengungkap pelaku penyerangan terhadap penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan.
Terkait diangkatnya Irjen LIstyo Sigit Prabowo sebagai Kabareskrim, Setara Institute memberikan rekomendasi agar ia mampu menuntaskan kasus Novel Baswedan.
Direktur Riset Setara Institute Halili menuturkan, saran pertama adalah penanganan kasus Novel harus dijauhkan dari tendensi politik. Halili meyakini, lamanya penanganan kasus Novel selama ini akibat tingginya tensi politik.
Dia menduga, kasus itu tak kunjung terungkap akibat keterlibatan 'orang kuat' di lingkaran Polri untuk menghambat penanganan kasus tersebut.
"Saya termasuk yang sangat yakin bahwa ada dimensi politik kuat dalam kasus Novel. Tidak hanya tindakan kriminal biasa, kalau tidak karena melibatkan 'orang kuat', saya kira kasus ini akan selesai jauh-jauh hari," ujar Halili ketika dihubungi Kompas.com, Sabtu (7/12/2019).
Dia mengungkapkan, agar tidak ada tekanan politik, maka Listyo Sigit perlu melakukan penanganan dengan kacamata hukum murni.
Penanganan hukum murni diyakini dapat melahirkan pengungkapan secara adil.
Sebaliknya, Jokowi menjadi orang yang paling dirugikan apabila penanganan masih mempertimbangkan tendensi politik.
"Kalau tendensi politik itu digunakan, kan sebenarnya yang paling tidak diuntungkan kan Pak Jokowi, seakan-akan yang berkepentingan kasus ini kan Bapak Jokowi," kata Halili.
Sedangkan, saran kedua berupa inisiatif Listyo Sigit Prabowo itu sendiri.
Dia mengatakan, penunjukan Listyo juga harus dibaca sebagai upaya penjernihan atas stigma publik yang menganggap penguasa menggunakan hukum untuk kepentingan politik.
Namun demikian, Listyo Sigit Prabowo juga harus menyadari bahwa publik telah lama menanti agar kasus tersebut segera rampung.
"Tetapi jangan lupa, dukungan publik untuk konteks ini mestinya sudah harus dibaca sebagai dukungan politik. Maksud saya, kalau misalnya untuk penegakan hukum (kasus Novel) membutuhkan energi politik, energi politik itu cukup publik dan Presiden," kata dia.
"Saya kira cukuplah energi politik dari publik dan Presiden untuk menggunakan hukum semurni-murninya dalam rangka penyelasaian kasus ini," kata Halili. (Kompas.com/Achmad Nasrudin Yahya)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Kasus Novel Baswedan Tak Kunjung Terungkap, Ini Saran untuk Kabareskrim Baru"