Laporan Wartawan Tribunnews.com, Vincentius Jyestha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - 99,5 persen masyarakat mengkehendaki kasus pelanggaran HAM masa lalu diselesaikan lewat pengadilan.
Hasil tersebut merupakan survei yang dilakukan Komnas HAM bekerja sama dengan Divisi Penelitian dan Pengembangan (Litbang) Kompas.
Merespon hasil survei tersebut, keluarga korban kasus pelanggaran HAM berat menyambangi Kantor Komnas HAM, Senin (9/12/2019).
Baca: Komnas HAM Sebut Rekomendasinya Kerap Dianggap Angin Lalu Karena Tidak Ada Mekanisme yang Mengikat
Pantauan Tribunnews.com, tujuh orang yang terdiri dari korban dan keluarga korban kasus pelanggaran HAM berat menemui Komisioner Komnas HAM Choirul Anam.
Mereka didampingi Manajer Kampanye Amnesty Internasional Puri Kencana Putri dan Kepala Divisi Pemantauan Impunitas KontraS Dimas Bagus Arya.
"Kami dukung Komnas HAM segera menyikapi hasil survei Litbang Kompas. Dengan menjadikan hasil survei tersebut sebagai basis argumen kepada presiden untuk mendorong penuntasan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu secara berkeadilan," ujar Puri, di Kantor Komnas HAM, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (9/12/2019).
Baca: Survei Komnas HAM: Publik Tak Yakin Jokowi - Maruf Amin Bisa Selesaikan Kasus HAM Masa Lalu
Sementara itu, Dimas mengatakan hasil survei tersebut membuktikan perjuangan korban dalam mencari keadilan sudah sesuai harapan masyarakat.
"Survei tersebut juga memberikan api semangat baru kepada keluarga korban, bahwa ternyata kami tidak berjalan sendirian," kata Dimas.
Menurutnya, masyarakat juga melihat pelanggaran HAM berat di masa lalu sebagai pekerjaan rumah pemerintah untuk dapat menyelesaikan masalah tersebut secara berkeadilan.
Baca: Komnas HAM Bakal Surati Kapolri Idham Azis
"Yaitu sesuai dengan proses hukum yang dimandatkan oleh Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, hak atas reparasi harus diterima korban dan keluarga korban secara menyeluruh, negara harus menjamin ketidakberulangan kasus dan melakukan pengungkapan kebenaran terlebih dahulu," kata Dimas.
Sekadar informasi, keluarga korban yang hadir beberapa diantaranya terkait dengan kasus 1965/1966, Trisakti 1998, hingga peristiwa Tanjung Priok 1984.
Dalam survei Litbang Kompas disebutkan 62,1 persen responden setuju dengan penanganan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu melalui jalur pengadilan HAM ad hoc di dalam negeri.
Sedangkan 37,2 persen responden memilih jalur penyelesaian melalui pengadilan HAM internasional.
Sehingga secara total 99,5 persen masyarakat menghendaki adanya penyelesaian kasus pelanggaran HAM masa lalu melalui proses pengadilan.