TRIBUNNEWS.COM - Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon mengatakan tak setuju dengan penambahan masa jabatan presiden menjadi tiga periode.
Fadli Zon juga mengungkapkan tidak setuju dengan alternatif wacana masa jabatan presiden dua kali, tapi ditambah tujuh tahun.
Menurutnya, alternatif tersebut juga bukan menjadi solusi yang baik, selain wacana masa jabatan presiden tiga periode.
"Saya kira itu juga bukan solusi yang baik ya," ujar Fadli Zon, dikutip dari YouTube Kompas TV, Senin (9/12/2019).
Sehingga menurutnya, peraturan masa jabatan presiden maksimal dua periode sudah menjadi peraturan yang tepat.
"Cukup lima tahun, itu sudah menjadi konvensi yang bagus," ungkapnya.
Politisi Gerindra ini kemudian menyebut, wacana penambahan masa jabatan digunakan sebagai kebijakan saat masih berkuasa.
"jangan akal-akalan, mentang-mentang sedang berkuasa, kemudian ingin mengubah ini," katanya.
Ia menyebut, rakyat Indonesia cerdas sehingga bisa menentukan dengan baik.
"Rakyat kita ini rakyat yang cerdas dan mereka merasa memiliki Indonesia," jelas Fadli.
Fadli Zon juga mengimbau untuk tidak ada penambahan masa jabatan presiden.
Menurutnya, wacana tersebut bisa merusak demokrasi Indonesia.
"Jangan lagi ditambah-tambah, karena nanti bisa merusak," katanya.
Politisi Partai Gerindra ini juga mengatakan, selama dua periode kepemimpinan Jokowi ini akan berat.
"Dua periode ini juga akan berat," katanya.
Fadli beralasan, periode Jokowi yang sebelumnya sudah gagal.
Ia menuturkan, target-target ekonomi Jokowi di periode sebelumnya tidak berhasil untuk dicapai.
"Satu periode yang lalu sudah gagal, target-target ekonomi juga tidak berhasil," jelas Fadli.
Fadli Zon mengatakan, wacana penambahan masa jabatan presiden menjadi tiga periode merupakan wacana yang berbahaya.
Menurutnya, wacana penambahan masa jabatan tersebut akan menimbulkan oligarki.
"Wacana seperti ini adalah wacana yang berbahaya, itu akan menimbulkan oligarki," Fadli Zon.
Pengertian oligarki menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah pemerintahan yang dijalankan oleh beberapa orang yang berkuasa dari golongan atau kelompok tertentu.
"Bahkan menurut saya, itu bisa membuka kotak pandora itu mengenai dasar negara," katanya.
"Kemudian bentuk negara apakah negara kesatuan atau federasi," lanjut Fadli Zon.
Ia kemudian melanjutkan, semua warga negara Indonesia selalu menginginkan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
"Tentuk kita ingin NKRI selama-lamanya," ungkapnya.
Sehingga ia mengharapkan, jangan menggunakan keinginan kekuasaan untuk mengusulkan penambahan masa jabatan presiden.
Menurut Fadli, masa jabatan presiden menjadi tiga periode juga belum tentu memberikan manfaat bagi masyarakat.
"Jangan karena nafsu dan hasrat kekuasaan yang belum tentu juga itu membawa manfaat bagi rakyat," katanya.
Sementara itu, Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Nasdem, Zulfan Lindan menilai jika masa jabatan presiden yang hanya satu periode juga bisa menimbulkan sikap otoriter dari presiden sebagai pimpinan negara.
"Satu periode pun orang bisa otoriter," ujar Zulfan Lindan.
Ditanya mengenai wacana pemilihan presiden diserahkan kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Zulfan mengatakan MPR sebagai perwakilan dari rakyat.
Sehingga menurutnya, MPR itu sebagai perwakilan dari pemilihan umum (pemilu) yang dipilih oleh rakyat.
"Politik itu kan kita sudah melalui pemilu, memilih anggota parlemen, mereka ini kan sudah dianggap representasi dari rakyat," katanya.
"Senang atau tidak senang, inilah jalan politik kita, melahirkan MPR sebagai representasi dari pemilu," jelas Zulfan.
(Tribunnews.com/Nuryanti)