Presiden Jokowi sebelumnya menyatakan, hukuman mati bisa diterapkan bagi pencuri uang negara atau koruptor.
Wacana ini muncul saat presiden menjawab pertanyaan siswa SMK, yang bertepatan dengan peringatan Hari Antikorupsi Sedunia, Senin (9/12/2019).
Nasir Djamil mengatakan, Presiden Jokowi keliru jika mengatakan bahwa hukuman mati berdasarkan kehendak masyarakat.
Menurutnya, ada Undang Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) yang telah mengatur hukuman bagi koruptor.
"Menurut saya Pak Jokowi itu keliru kalau mengatakan bahwa hukuman mati berdasarkan kehendak masyarakat, karena UU Tipikor sendiri itu mengatur," ujar Nasir Djamil dikutip dari YouTube Kompas TV, Selasa (10/12/2019).
Menurut Nasir, peraturan hukuman mati telah termuat dalam Undang Undang Hak Asasi Manusia, Undang Undang Psikotropika dan Undang Undang Tipikor.
"Hukuman mati itu ada di UU HAM, UU Psikotropika dan UU tentang korupsi itu sendiri," jelas Nasir.
Nasir mengatakan, presiden tidak perlu membuat retorika dalam komitmen pemberantasan korupsi.
Menurutnya, sebaiknya presiden segera mengoreksi keputusan yang dibuat dalam memberikan grasi terhadap terpidana korupsi Annas Maamun.
Presiden Jokowi sebelumnya memberikan pengurangan hukuman (grasi) kepada mantan Gubenur Riau Annas Maamun yang merupakan terpidana kasus korupsi alih fungsi lahan.
Annas Maamun divonis enam tahun penjara oleh Pengadilan Tipikor dan diperberat menjadi tujuh tahun di tingkat kasasi.
Presiden Jokowi memberi pengurangan hukuman penjara selama setahun, sehingga hukuman Annas menjadi enam tahun penjara.
Setelah kabar pemberian grasi itu beredar, Jokowi angkat bicara terkait alasan pemberian grasi tersebut.
"Semua yang diajukan kepada saya, kita kabulkan, coba dicek berapa ratus yang mengajukan dalam satu tahun, yang dikabulkan berapa coba dicek," ujar Jokowi di Istana Bogor, Rabu (27/11/2019), dikutip dari YouTube Kompas TV.