TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda mengatakan bahwa pihaknya sangat mendukung kebijakan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim yang menghapus Ujian Nasional (UN).
Ia hanya menyarankan bahwa kebijakan tersebut harus dipersiapkan dengan matang agar penerapannya tidak gagal.
“Sejak dari awal kita dukung kebijakan itu, tinggal langkah apa saja yang harus disiapkan untuk menuju perubahan ini, kebijakan penghapusan UN. Itu yang lebih penting supaya ini tidak menjadi kebijakan parsial dan tidak implementatif di lapangan,” ujar Syaiful Huda saat dihubungi, Rabu, (11/12/2019).
Baca: Pengamat Pendidikan: Pendidikan Kita Akan Berjalan Mundur Ketika UN Dihapus
Syaiful mengatakan bahwa pihaknya akan menanyakan pergantian ujian nasional tersebut kepada Nadiem saat rapat kerja pada Kamis esok, (12/12/2019). Ia berharap program pengganti UN bisa lebih baik.
“Salah satu yang akan kami tanyakan menyangkut kebijakan penghapusan. Prinsip kita dukung, sangat mendukung. Tinggal pasca penghapusan ini apa langkah-langkahnya karena yang kita hadapi ini dunia pendidikan nasional yang problemnya pelik, kompleks. Jangan sampai kebijakan ini berhenti sampai di paper saja,” katanya.
Baca: Nadiem Sederhanakan RPP untuk Guru Menjadi Hanya Satu Halaman
Menurut Syaiful, penghapusan UN sudah disuarakan sejak lama. UN dinilai membuat, siswa, guru, kepala sekolah, hingga bupati atau walikota stress.
“Memang dari segi konten UN ini memang sudah tidak relevan bagi perkembangan zaman. Sudah engga relevan, sudah lama. Ini kan sebenarnya isu lama bukan baru seumur jagung. Kita dukung karena mas Nadiem mengeksekusi ini,” pungkasnya.
Sebelumnya, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim mengungkapkan alasan pihaknya menghapuskan program Ujian Nasional (UN).
Nadiem mengungkapkan berdasarkan hasil survei menyebut bahwa materi UN terlalu padat dan lebih banyak materi hafalan. Hal tersebut diungkapkan Nadiem saat Rapat Koordinasi bersama Dinas Pendidikan Provinsi dan Kabupaten/Kota se-Indonesia di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan, Rabu (11/12/2019).
"Materi UN itu yang terlalu padat sehingga cenderung fokusnya adalah mengajarkan materi dan menghafal materi, dan bukan kompetensi," ujar Nadiem.
Selain itu, UN juga membuat para siswa, guru hingga orang tua stres karena hanya digunakan untuk indikator keberhasilan siswa. Padahal menurut Nadiem, UN adalah untuk penilaian sistem pendidikan.
Nadiem menyebut UN hanya menilai aspek kognitif dan belum menyentuh karakter siswa secara menyeluruh.
Baca: Selain Hapus Ujian Nasional, Nadiem Juga Rombak Sistem Zonasi Sekolah
"Isunya adalah ini sudah menjadi beban stres bagi banyak sekali siswa, guru, dan orang tua. Karena sebenarnya ini berubah menjadi indikator keberhasilan siswa sebagai individu," tutur Nadiem.
Seperti diketahui, akhirnya membeberkan program pengganti ujian nasional (UN).
Nadiem memastikan bahwa program UN akan tetap dilaksanakan pada 2020. Namun, pada 2021 program ini akan digantikan dengan asesmen kompetensi minimum dan survei karakter.