News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Penghapusan Ujian Nasional

Nadiem Makarim Hapus Ujian Nasional 2021, Pengamat: Patut Kita Apresiasi, Berani Membuat Perubahan

Penulis: Nuryanti
Editor: Muhammad Renald Shiftanto
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim

TRIBUNNEWS.COM - Direktur Pendidikan VOX Populi Institute Indonesia, Indra Charismiadji menanggapi wacana penghapusan Ujian Nasional (UN) 2021 oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim.

Menurut Indra, langkah Nadiem ini patut ia beri apresiasi.

Alasannya, Indra mengatakan, setelah dua bulan menjabat, Nadiem berani membuat sebuah perubahan.

"Setelah dua bulan beliau menjabat sebagai Mendikbud, akhirnya keluar juga kebijakan ini," ujar Indra Charismiadji di Studio Menara Kompas, Rabu (11/12/2019), dikutip dari YouTube Kompas TV.

"Satu hal yang patut kita beri apresiasi, beliau berani membuat suatu perubahan," lanjutnya.

Indra Charismiadji. (warta kota-Nur ichsan) (Warta Kota/Nur Ichsan)

Namun, Indra mempertanyakan tujuan dari pengganti UN yaitu Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter.

"Tapi ada beberapa catatan yang ingin saya berikan, pertama, tujuan daripada asesmen ini," katanya.

"Kalau saya lihat ini tujuannya untuk membuat sebuah pemetaan," ujar Indra.

Menurutnya, tidak ada perbedaan antara UN dengan asesmen tersebut.

"Tidak berbeda dengan tujuan UN sebelumnya," ungkapnya.

Indra menuturkan, UN sebelumnya menjadi sebuah peta, namun peta buta.

"Karena sejak tidak menjadi syarat kelulusan, diharapkan menjadi sebuah peta," kata Indra.

"Tapi sayangnya sampai hari ini, ini petanya masih peta buta," jelasnya.

Sebelumnya, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim membenarkan adanya program pengganti ujian nasional (UN).

Meskipun akan diganti, Nadiem Makarim memastikan Ujian Nasional 2020 akan tetap dilaksanakan seperti rencana sebelumnya.

"Untuk 2020, UN akan dilaksanakan sesuai seperti tahun sebelumnya," ujar Nadiem saat Rapat Koordinasi bersama Dinas Pendidikan Provinsi dan Kabupaten/Kota se-Indonesia di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan, Rabu (11/12/2019).

Sehingga, wali murid dan siswa yang akan mengikuti UN 2020, bisa mempersiapkannya.

"Jadi untuk 2020, banyak orangtua yang sudah investasi mereka untuk anaknya belajar untuk materi UN itu silakan untuk 2020," kata Nadiem, dikutip dari YouTube "Kompascom Reporter on Location.

"Tapi itu hari terakhir UN seperti tahun lalu diselenggarakan," lanjut Nadiem.

Program UN ini pada 2021 akan digantikan dengan program Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter.

Nadiem Makarim (dok. ICANDO)

Nadiem menjelaskan, penggantian tersebut dengan pertimbangan setelah dilakukan persiapan oleh pihak sekolah dan siswa untuk menghadapinya.

"Pada tahun 2021, UN itu akan diganti menjadi Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter," jelas Nadiem Makarim.

"Terdiri dari kemampuan bernalar menggunakan bahasa (literasi), kemampuan bernalar menggunakan matematika (numerasi), dan penguatan pendidikan karakter," lanjutnya.

Perubahan program UN ini termasuk dalam empat program pokok kebijakan pendidikan “Merdeka Belajar”.

Program tersebut meliputi Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN), Ujian Nasional (UN), Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), dan Peraturan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Zonasi.

Nadiem Makarim mengatakan, penggantian UN tersebut dianggap kurang ideal untuk mengukur prestasi belajar siswa.

Nadiem juga menyebut, materi dalam ujian nasional juga terlalu padat.

Menurutnya, materi yang padat tersebut mengakibatkan siswa cenderung berfokus pada hafalan materi dan bukan kompetensi.

"Ini sudah menjadi beban stres antara guru dan orang tua. Karena sebenarnya ini berubah menjadi indikator keberhasilan siswa sebagai individu," ungkap Nadiem.

Nadiem menjelaskan, semangat UN itu untuk mengasesmen sistem pendidikan, baik itu sekolahnya, geografinya, maupun sistem pendidikan secara nasional.

Sehingga ia menjelaskan, UN hanya menilai satu aspek, yakni kognitifnya.

Malah menurutnya, belum menyentuh seluruh aspek kognitifnya, tapi lebih kepada penguasaan materi.

"Belum menyentuh karakter siswa secara lebih holistik," tambah Nadiem.

(Tribunnews.com/Nuryanti)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini