News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pilkada Serentak

Komisi II: Ini Tantangan Parpol Seleksi Calon yang Bersih dari Korupsi

Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Johnson Simanjuntak
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ketua Umum PP GP Ansor Yaqut Cholil Qoumas memberikan keterangan kepada wartawan di Gedung GP Anshor, Jakarta Pusat, Rabu (24/10/2018). Ketua Umum GP Ansor meminta maaf atas kegaduhan terkait pembakaran bendera yang diyakini sebagai bendera HTI. Tribunnews/Jeprima

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada menjadi tantangan bagi partai politik untuk menyeleksi calon kepala daerah yang bersih dari korupsi.

Demikian disampaikan Wakil Ketua Komisi II DPR dari Fraksi PKB Yaqut Cholil Qoumas kepada Tribunnews.com, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Jumat (13/12/2019).

Diketahui, dalam UU Pilkada Pasal 7 Ayat (2) huruf g menyatakan bahwa eks koruptor boleh maju di Pilkada setelah lima tahun keluar dari penjara.

Baca: KPK Periksa Istri Bupati Lampung Utara Nonaktif

"Saya memaknai ini sebagai tantangan buat partai politik utamanya, untuk menyeleksi calon yang memang bersih dari korupsi," ujar pria yang akrab disapa Gus Yaqut itu.

Memang kata dia, jika partai berkomitmen untuk bersih-bersih dari korupsi, tanpa putusan MK inipun, pasti tidak akan mencalonkan karuptor.

Lalu apakah ini mampu menekan dan mencegah korupsi? Menurut dia, belum tentu.

Baca: MK Putuskan Eks Narapidana Korupsi Boleh Ikut Pilkada Lagi dengan Jeda 5 Tahun

Karena korupsi itu bukan hanya soal kesempatan, tetapi juga kemauan atau niat.

Artinya dia tegaskan, ini berhubungan juga dengan mentalitas.

"Jadi seketat apapun aturan dibuat, jika mentalnya korup, tetap saja dia akan melakukan itu begitu ada kesempatan," tegasnya.

Baca: Soal Hukum Mati Koruptor, Wapres Maruf Amin: Jika Dihukum Mati Saja Tak Jera, Apalagi Tidak

Sebelumnya diberitakan, MK menerima sebagian permohonan uji materi pasal pencalonan mantan narapidana sebagai kepala daerah yang termuat dalam Pasal 7 Ayat (2) huruf g Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.

Perkara ini dimohonkan oleh Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) dan Indonesia Corruption Watch (ICW).

"Mengabulkan permohonan para pemohon untuk sebagian," kata Hakim Ketua MK Anwar Usman saat membacakan putusan dalam sidang yang digelar di Gedung MK, Jakarta Pusat, Rabu (11/12/2019).

Oleh karena MK mengabulkan sebagian permohonan pemohon, bunyi pasal tersebut menjadi berubah.

Setidaknya, ada empat hal yang diatur dalam pasal itu.

Baca: MK Putuskan Napi Eks Koruptor Bisa Maju Pilkada, Syarat Jeda 5 Tahun hingga Harus Ungkap Jati Diri

Pertama, seseorang yang dapat mencalonkan diri sebagai kepala daerah tidak pernah diancam dengan hukuman pidana penjara lima tahun atau lebih, kecuali tindak pidana kealpaan dan tindak pidana politik.

Kedua, mantan narapidana dapat mencalonkan diri sebagai kepala daerah hanya apabila yang bersangkutan telah melewati jangka waktu 5 tahun setelah selesai menjalani pidana penjara.

Selanjutnya, seorang calon kepala daerah yang merupakan mantan narapidana harus mengumumkan latar belakang dirinya sebagai seorang mantan napi. Terakhir, yang bersangkutan bukan merupakan pelaku kejahatan yang berulang.(*)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini