News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Penghapusan Ujian Nasional

Ragam Reaksi soal Penghapusan UN, Dukungan Jokowi hingga Kekhawatiran Jusuf Kalla

Penulis: Isnaya Helmi Rahma
Editor: Wulan Kurnia Putri
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim.

TRIBUNNEWS.COM - Dua bulan menjabat sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Nadiem Makarim telah melakukan gebrakan baru dalam dunia pendidikan.

Nadiem mengeluarkan empat kebijakan baru melalui program 'Meredeka Belajar'.

Satu di antaranya yakni kebijakan penghapusan Ujian Nasional (UN) yang akan mulai dilaksanakan pada tahun 2021.

Nantinya UN akan diganti dengan Asesmen Kompetensi dan Survei Karakter.

Keputusan Nadiem mendapatkan apresiasi dari Presiden  Joko Widodo (Jokowi) hingga kritik dari mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK).

Jokowi mengaku mendukung penuh dengan keputusan Nadiem yang akan menghapus UN pada 2021.

"Sudah diputuskan oleh mendikbud bahwa UN mulai 2021 sudah dihapus," ujar Jokowi, dikuti Tribunnews.com dari kanal YouTube Sekretariat Presiden, Jumat (13/12/2019).

"Akan diganti dengan asesmen kompetensi, artinya yang diasesmen adalah sekolah termasuk guru-guru," imbuhnya

"Selain itu juga ada yang namanya survei karakter," ungkapnya.

"Dari situ bisa dijadikan sebuah evaluasi, pendidikan kita ini sampai ke level yang mana," tambah Jokowi.

Menurut penuturan Jokowi, sistem dari kebijakan Mendikbud ini sudah dihitung dan dikalkulasi.

"Itu semua sudah dihitung dan dikalkulasi, saya kira kami mendukung apa yang telah diputuskan oleh Nadiem Makarim," jelas jokowi.

Tak hanya Jokowi, dukungan juga datang dari Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), Muhadjir Effendy.

Prof. Muhadjir Effendy, M.A.P. adalah Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Indonesia priode 2019-2024 pada Kabinet Indonesia Maju Jokowi-Maaruf Amin (Sumber: www.infonitas.com)

Muhadjir setuju dengan langkah Nadiem mengganti UN dengan asesmen kompetensi dan survei karakter.

"Bagi saya UN diubah enggak apa-apa. Sebab dulu itu kan adanya UN juga dari perubahan," ujar Muhadjir, dikutip Tribunnews.com dari Kompas.com.

Muhadjir mengungkapkan, apapun namanya tidak masalah karena yang terpenting adalah isi dari kebijakan tersebut.

Disinggung terkait rencana implementasi pengganti UN akan terjadi pada pertengahan jenjang pendidikan, Muhadjir mengaku hal itu merupakan hal baik.

"Karena selama ini kan yang menjadi evaluasi sistem UN adalah ketika hasilnya diumumkan, sekolah dan guru tidak bisa lagi memberikan treatment untuk siswa," ujarnya

"Maka kalau pengganti UN nanti dilaksanakan di tengah-tengah (kelas 4,8,11) akan bagus sebab bisa digunakan untuk perbaikan guru maupun sekolah," imbuh Muhadjir.

Di sisi lain, Wakil Presiden Ma'ruf Amin juga setuju perihal penghapusan UN namun dengan satu syarat.

Yakni harus adanya alat ukur yang efektif.

Wakil Presiden RI Ma'ruf Amin di Kantor Wapres RI, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Rabu (11/12/2019). (Rina Ayu)

Hal ini sangat penting untuk dijadikan penilaian terutama dalam pengembangan kualitas disekolah berbagai daerah.

Ma'ruf Amin menilai sistem pengganti UN yang diterapkan harus dapat mengukur kompetensi siswa secara nasional.

"UN itu kan alat ukur, untuk mengukur standar kemampuan anak didik dari berbagai tingkatan, kalau akan mengganti UN harus ada alat ukur yang efektif," ujar Ma'ruf Amin.

"Yang dapat mengukur tingkat standar daripada pendidikan di masing-masing daerah," imbuhnya.

Disinggung terkait asesmen, Ma'ruf Amin mengaku belum mengetahui perihal tersebut.

"Saya belum tahu itu (asesmen), nanti akan diuji apa memang itu akan bisa dijadikan alat ukur," ungkapnya.

Sementara itu, penolakan datang dari mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK).

Diberitakan Tribunnews.com sebelumnya, JK menuturkan penghapusan UN dinilai dapat menurukan semangat siswa dalam belajar.

Tidak adanya UN akan memicu terciptanya penerus bangsa yang lembek.

"Jangan menciptakan generasi muda yang lembek," ungkap JK.

Mantan Wakil Presiden RI Jusuf Kalla saat ditemui di Hotel Ambhara, Jakarta Selatan, Selasa (3/12/2019). (Vincentius Jyestha/Tribunnews.com)

Menurutnya UN menjadi bagian penting dalam proses belajar siswa.

Tak banyak berkomentar, JK mengatakan akan menjelaskan dikemudian hari.

Tanggapan JK ini langsung mendapat reaksi dari Nadiem.

Menurut Nadiem adanya Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter lebih membuat siswa dan sekolah menjadi tertantang.

"Enggak sama sekali (membuat siswa lembek), karena UN itu diganti asesmen kompetensi di 2021. Malah lebih men-challenge sebenarnya," tutur Nadiem.

Kebijakan baru Nadiem Makarim

Sebelumnya, Nadiem telah mengeluarkan empat kebijakan baru dalam rangka perbaikan sistem pendidikan Indonesia.

Diantaranya yakni kebijakan terkait Ujian Sekolah berbasis Nasional (USBN).

Nadiem akan mengganti USBN dengan membebaskan pihak sekolah menyelenggarakan dalam ujian.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim mengikuti rapat kerja dengan Komisi X DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (12/12/2019). Rapat kerja tersebut membahas sistem zonasi dan Ujian Nasional (UN) tahun 2020, serta persiapan pelaksanaan anggaran Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tahun 2020. Warta Kota/henry lopulalan (Warta Kota/henry lopulalan)

Ia juga mengganti UN dengan asesmen kompetensi minimum dan survei karakter.

Kemudian kebijakannya juga berisi terkait penyederhanaan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP).

Dalam kebijakan barunya RPP akan terdiri dari tiga komponen dan terdiri dari satu lembar.

Terakhir, Nadiem merubah sistem presentase pada Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB).

Adapun sistem presentase PPDB ala Nadiem Makarim:

- Jalur zonasi 50%

- Jalur prestasi 30%

- Jalur afirmasi (pemilik Kartu Indonesia Pintar) 15%

- Jalur perpindahan 5%

(Tribunnews.com/Isnaya Helmi Rahma/Nidaul 'Urwatul Wutsqa)(Kompas.com/Dian Erika Nugraheny)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini