TRIBUNNEWS.COM - Staf Khusus Presiden Bidang Hukum, Dini Shanti Purwono mempertanyakan keefektifan dari hukuman mati untuk para koruptor yang tren di dunia.
Dini mencontohkan, di negara Republik Rakyat Tiongkok (RRT) misalnya yang telah menjalakan hukuman mati untuk para pencuri uang rakyat ini.
Meskipun tingkat ekesekusi di negara tersebut terbilang tinggi, skor Corruption Perception Index (CPI) antara Indonesia dengan negara RRT tidak beda jauh.
"CPI Indonesia dengan China cuma 2 skor, apakah dia hukuman mati efektif?," tanay Dini, dikutip dari channel YouTube Talk Show tvOne, Jumat (13/12/2019).
Dini menyimpulkan dengan banyaknya koruptor dihukum mati tidak serta merta mengurangi tingkat korupsi para pejabat negara.
Perempuan kelahiran tahun 1974 ini melanjutkan, jika pemerintah benar-benar ingin menerapkan hukuman mati perlu adanya diskusi menyeluruh antara DPR dan presiden lewat proses legislasi (pembentukan landasan hukum).
Baca: VIRAL Foto Kucing Temani Saudaranya yang Sudah Mati, Beri Makan dan Tidur di Sampingnya
"Harus ada diskusi pastinya, antara DPR dan pemerintah, serta memperhatikan aspirasi dari masyarakat," ungkap Dini.
Dini menyebut penerapan hukuman mati untuk para koruptor tidaklah mudah.
Menurutnya hukuman mati berkaitan langsung dengan hak hidup menjadi hak dasar seorang individu yang tidak boleh direnggut secara semena-mena.
Disinggung soal anggota DPR yang tersandung masalah kasus korupsi, Dini menegaskan tidak akan merusak proses legislasi jika realisasi hukuman mati dilakukan.
"Tapi kan enggak semua tersandung masalah kasus korupsi," bebernya.
Dini melihat ada masyarakat Indonesia yang memukul rata, jika satu anggota DPR korup, maka semuanya juga ikut korup.
"Kadang-kadang masyarakat Indonesia suka sekali menggeneralisasi, hal kecil langsung di berlaku semua," tegas Dini.