News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Rangkap Jabatan Anak Usaha BUMN, Refly Harun: Agar Pengawasannya Efektif, Direksi Jadi Komisaris

Penulis: Nuryanti
Editor: Garudea Prabawati
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Refly Harun

TRIBUNNEWS.COM - Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun menjelaskan mengenai rangkap jabatan di perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Refly Harun diketahui juga menjabat sebagai Komisaris Utama di Pelabuhan Indonesia (Pelindo) I.

Ditanya apakah dirinya juga merangkap jabatan, Refly Harun segera membantahnya.

Ia mengaku jabatan komisaris tidak bisa rangkap jabatan, seperti halnya jabatan direksi.

"Kalau komisaris itu tidak rangkap jabatan, yang rangkap jabatan itu direksi," ujar Refly Harun di Studio Menara Kompas, Minggu (15/12/2019), dikutip dari YouTube Kompas TV.

"Kalau komisaris utama rangkap jabatan di anak perusahaan, dia jadi anak buah direksi, terbalik namanya," lanjut Refly.

Baca: Pertamina Punya 142 Anak Cucu Perusahaan, Erick Thohir Beri Waktu Ahok Sebulan untuk Mendata

Refly menjelaskan, anak perusahaan mendapat pendapatan investasi dari perusahaan induknya.

Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun (Tribunnews.com/ Danang Triatmojo)

Sehingga direksi perusahaan induk itu menjadi komisaris di anak perusahaan untuk pengawasan.

"Maksud baiknya dari rangkap jabatan itu, karena anak perusahaan ini kan investasinya dari induk," katanya.

"Agar pengawasannya efektif, kemudian direksi itu menjadi komisaris di sana," jelas Refly.

Selain itu, menurut Refly, rangkap jabatan itu juga dimaksudkan agar efisien.

"Juga agar efisiensi, karena kalau komisarisnya dari luar, kan harus 100% dibayarnya," ungkapnya.

Refly melanjutkan, posisi direksi yang merangkap jabatan komisaris itu, biasanya posisinya disilang, agar tidak terjadi konflik kepentingan.

Baca: Rizieq Shihab Sebut Dicekal Pemerintah Arab Saudi, Refly Harun: Kewajiban Negara untuk Melindunginya

"Tetapi biasanya disilang, biar nggak ada conflict of interest," ungkapnya.

"Misalnya direksi A membawahi perusahaan B, maka dia tidak boleh menjadi komisaris di sana," jelas Refly.

Sebelumnya, rangkap jabatan yang dilakukan mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia Ari Ashkara selama ini telah membuat kaget banyak pihak.

Ari Ashkara sebelumnya menjabat sebagai Komisaris pada sejumlah anak dan cucu usaha Garuda Indonesia.

Untuk anak usaha, ia menjabat Komisaris Utama PT Citilink Indonesia serta Komisaris Utama PT GMF AeroAsia.

Kemudian cucu usaha, mulai dari Komisaris Utama PT Aerofood Indonesia, Komisaris Utama PT Garuda Logistik & Komersil, Komisaris Utama PT Garuda Indonesia Air Charter, serta Komisaris Utama PT Garuda Tauberes Indonesia.

Ari Askhara (KOMPAS.com / AKHDI MARTIN PRATAMA)

Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Berly Martawardaya mengatakan apa yang dilakukan Ari adalah tindakan yang tidak memiliki rasa keadilan.

Ia tidak memungkiri mengawasi anak perusahaan merupakan salah satu tugas Direktur Utama.

Kendati demikian, jabatan komisaris pada anak usaha Garuda Indonesia yang dirangkapnya itu merupakan contoh hal yang tidak bijak.

Pernyataan tersebut disampaikan dalam diskusi bertajuk 'Garuda dan Momentum Pembenahan BUMN' yang digelar di Kedai Sirih Merah, Jakarta Pusat, Sabtu (14/12/2019).

Baca: Soal Perpanjangan Izin FPI, Refly Harun: Tanpa SKT Tetap Jalan Asal Tidak Melanggar Hukum

"Tentu saja fungsi Dirut mengawasi anak perusahaan itu ada, tapi apakah itu perlu jadi Komisaris? Apakah perlu sebanyak itu? Ini tidak menyentuh rasa keadilan di masyarakat," ujar Berly.

Ekonom INDEF, Berly Martawardaya. TRIBUNNEWS/HERUDIN (TRIBUNNEWS/HERUDIN)

Ia pun memprediksi kondisi perekonomian akan melesu hingga 2020, sehingga keputusan untuk rangkap jabatan itu akan membuat publik bertanya.

"Tahun ini dan tahun depan ekonomi kita akan lebih lemah, melihat ada pimpinan yang rangakp jabatan begitu tentu membuat masyarakat bertanya-tanya 'itu gajinya berapa ya'," jelas Berly.

Bahkan bisa menimbulkan kesenjangan sosial.

Hal ini tentunya menjadi tugas Kementerian BUMN dalam membenahi perusahaan yang berada di bawah naungannya.

"Hingga menimbulkan kecemburuan sosial yang cukup tinggi," kata Berly.

(Tribunnews.com/Nuryanti/Fitri Wulandari)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini