News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Puisi Laode M Syarif untuk Mengenang Randi Mahasiswa yang Meninggal Dunia saat Demo

Editor: Imanuel Nicolas Manafe
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Wakil Ketua KPK Laode M Syarif

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode M Syarif angkat bicara soal tewasnya mahasiswa Universitas Haluo Oleo, Randi.

Dia berujar, kematian Randi merupakan salah satu titik terendahnya selama menjabat sebagai pimpinan KPK.

Baca: Faye Nicole Akui Belum Juga Terima Surat Panggilan dari KPK

Laode M Syarif mengaku terpukul ketika mendengar kabar bahwa pemuda asal Kendari tewas usai mengikuti aksi menolak revisi UU KPK dan revisi Kitab Undang-undang Hukum Pidana, Kamis (26/9/2019) lalu.

"Itu lowest point sampai saya tidak bisa tidur sampai saya dengar Randi tertembak. Saya masih ingat itu kira-kira jam 2 subuh karena saya tulis sesuatu tentang Randi subuh-subuh di HP," kata Laode di Gedung ACLC KPK, Kamis (19/12/2019).

Laode menyampaikan hal itu ketika hendak meresmikan nama Randi dan Yusuf sebagai nama salah satu ruangan di Gedung ACLC KPK.

Laode menuturkan, hal yang dia tulis ketika itu merupakan puisi yang ia beri judul "Anak Laut-Matahari Negeri".

Puisi itu pun dibacakan Laode dalam kesempatan sore tadi.

Dalam puisi itu, Laode juga menulis soal orang tua Randi, La Sali dan Wa Nasrifa.

Berikut naskah puisi yang ditulis Laode.

Anak Laut-Matahari Negeri

Anak Laut itu tumbuh di tanah cadas bebatuan pantai Lakarinta-Witeno-Wuna.

Tumbuh dari singkong dan jagung yang mampu menembus cadas dan air laut yang menggarami hidupnya.

Tanpa keluh tanpa kesah menjalani hidup yang memang keras dari awalnya.

Di mata La Sali dan Wa Nasrifa dia adalah Matahari di antara Dua Bulan belahan hati.

La Sali tekun mengajari Matahari -nya arah angin dan riak gelombang agar mampu membaca laut.

Wa Nasrifa tekun membimbingnya mengenal aksara, semampu yang dia pahami.

La Sali sadar, membaca laut dengan hanya bermodal dayung dan kail tidak akan memuliakan Matahari-nya.

Satu-satunya asa, hanya pada ketekunan dan kekerasan hati Matahari-nya.

Sang Anak Laut, tumbuh sesuai kehendak alam, menembus cadas menyelami karang.

Sang Anak Laut tidak bermimpi menjadi Matahari, tapi di lubuk hatinya, dia bertekad meninggikan tiang perahu ayah-nya, melebarkan dapur ibu-nya, meluaskan pikiran kakak dan adik perempuan-nya.

Lewat Bidik Misi, dia awali perantauanya, mengejar matahari, menyelami cara memuliakan ikan, bahkan disambi dengan menjadi kuli bangunan, demi doa dan harapan orang tua.

Hari Kamis, 26 Sep 2019, Pantai Lakarinta tenang, angin semilir memanjakan ikan yang melompat riang di balik matahari sore.

La Sali sedang melaut dengan kail dan jaring satu-satunya, demi Matahari dan Dua Bulan yang merantau.

Burung laut, bersuara lirih menghampiri perahunya, tapi tak dihiraukan karena angan-nya dipenuhi Matahari dan Dua Bulan di tanah rantau.

Dia tambatkan perahunya, lalu menuju rumah dengan menghitung langkahnya.

Tapi kali ini berbeda, karena kerabat menjemput-nya dalam diam. “Ohae Ini - Ohae Ini?” (Ada apa ini-Ada apa ini?) Tak ada suara-Tak ada jawaban.

Laut Nusantara tiba-tiba dingin, ikan terdiam, nyiur menunduk.

Baca: Nama-Nama yang Diusulkan Jadi Dewas KPK Dapat Sambutan Baik dari KPK hingga Syafii Maarif

Anak Laut itu, melejit jadi MATAHARI, membumbung menyebar sinarnya, melelehkan bedil yang merenggut raganya.

Jiwa-nya tetap HIDUP! Bergemuruh di dalam dada anak negeri yang menolak bersekutu dengan kebohongan dan kepalsuan.

Jakarta, 29 Sep 2019

Duka Anak Laut-Mengenang Randi

Penulis: Ardito Ramadhan

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul: Ketika Laode M Syarif Berpuisi Mengenang Randi...

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini