News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Mahfud MD Sebut Ada Pasal 'Pesanan' dalam Proses Legislasi UU, Formappi Duga Ada UU 'Siluman'

Penulis: Nuryanti
Editor: Miftah
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Menko Polhukam Mahfud MD. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN

"Banyak sinyalemen, banyak RUU lain juga mengalami proses yang sama. RUU KPK saya kira juga masuk dalam kategori siluman gitu ya," ungkap Lucius di kantor Formappi, Matraman Raya, Jakarta Timur, Kamis (19/12/2019).

Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus (Tribunnews.com/ Glery Lazuardi)

Menurutnya UU tersebut masih saja dibahas, saat publik melakukan protes terkait rencana tersebut.

"Tidak pernah jelas rencananya seperti apa, kenapa tiba-tiba dibahas dan dalam waktu singkat di tengah protes publik yang begitu keras, mereka masih mengusahakannya," jelas Lucius.

Sehingga ia menyebut pengesahan Undang-undang KPK tersebut terkesan sangat cepat.

Ia mengatakan pengesahan UU tersebut bertujuan agar praktik korupsi semakin bebas.

"Makin ke sini kan kepentingan untuk bebas korupsi itu kelihatan."

"Misalnya, mengeluarkan grasi untuk koruptor atau Perppu KPK juga tidak pernah keluar. Itu hanya janji manis untuk meredakan aksi massa," jelasnya.

Peneliti Formappi, Lucius Karus di kantornya, Matraman, Jakarta Timur, Jumat (14/9/2018) (Reza Deni)

Senada dengan pernyataan Mahfud MD sebelumnya, Lucius mengatakan pasal-pasal dalam UU KPK banyak yang terindikasi pesanan koruptor yang merasa diintai oleh KPK.

"Hal-hal itu saya kira ada pesanan dan jelas pesanan dari koruptor atau minimal calon koruptor yang sudah mulai diintai KPK," kata Lucius.

Dengan adanya dugaan pasal 'pesanan' tersebut, Lucius meminta Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) lebih terbuka ketika membahas rancangan undang-undang.

Menurutnya, publik memiliki hak untuk mengawasi keputusan DPR tersebut.

"Harus patuh pada prosedur pembentukan peraturan perundang-undangan sebagaimana diatur dalam UU 12 Tahun 2011, dan itu harus dilakukan secara terbuka."

"Hanya dengan terbuka publik mempunyai ruang melakukan kontrol terhadap segala sesuatu yang diputuskan di DPR," imbuh Lucius.

(Tribunnews.com/Nuryanti) (Kompas.com/Fitria Chusna Farisa/Tsarina Maharani)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini